Resensi Novel "Hati Yang Damai"


Hatiku yang Damai

 N.H.Dini

N.H. Dini merupakan salah satu sastrawan wanita yang terpopuler di kancah Sastra Indonesia, beliau yang bernama asli Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin selain sebagai sastrawan, ia dikenal juga sebagai novelis.

N.H. Dini ini sudah banyak melahirkan karya sastra yang semuanya menarik untuk dibaca. Salah satunya adalah novel yang berjudul "Hati yang Damai” yang diciptakannya pada tahun 1960. Novel yang berjudul “Hati yang Damai” karya Nh. Dini ini termasuk karya sastra angkatan 1950-an.

Adapun ciri-ciri karya sastra angkatan 1950-an, sebagai berikut :
  • Tidak terdapat sisipan cerita sehingga alurnya padat.
  • Cerita perang mulai berkurang dan banyak pertentangan politik.
  • Menggambarkan kehidupan masyarakat sehari hari.
  • Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap.
 Dalam penyusunan novel ini, layaknya ciri-ciri di atas, tidak ada alur cerita peperangan dan ceritanya menggambarkan kehidupan sehari-hari. Kegelisahan dan kebimbangan seorang istri yang jauh dari suaminya inilah yang masuk dalam cerita kehidupan sehari-hari.

Dalam kehidupan nyata, tentunya banyak seorang istri yang ditinggal suaminya pergi jauh karena pekerjaan yang mengharuskannya meninggalkan rumah untuk beberapa waktu, seperti Waji seorang suami yang berkerja sebagai tantara militer angkatan udara.

Dari novel “Hati yang Damai” ini dapat kita lihat dari konflik yang ada di dalamnya bahwa novel ini memiliki tema yaitu penyimpangan seorang istri. Istri dalam novel ini adalah Dati yang jauh dari suaminya yaitu Wija yang bekerja sebagai tentara militer angkatan udara.

Pernikahan yang dialami oleh Dati dan Wija dalam novel ini diuji saat Wija pergi bertugas dalam beberapa waktu dan menyebabkan ketidakpastian bagi sosok Dati akan kepulangan suaminya, Wija, sehingga ia seringkali resah dan memiliki sebuah pertanyaan dalam dirinya. Akan kembalikah dia?

Dengan perasaan ketidakpastian itu, muncullah seorang lelaki yang pernah mengisi hatinya dulu dan Dati masih menyimpan perasaan kepada lelaki itu yaitu Sidik. Muncul juga Nardi seorang yang juga pernah mencintai Dati dulu. Dia datang bukan ingin merebut Dati dari suaminya yaitu Wija. Tapi, Nardi dating untuk mengingatkan

Dati untuk tidak mengkhianati Wija seperti pada kutipan berikut. ”Aku menjadi dewasa oleh waktu dan lingkunganku, Dati. Kau tidak perlu takut kepadaku. Aku dulu pernah mengguncangkan kepercayaanmu. Aku minta maaf, aku tidak malu sekarang untuk minta maaf. Tapi aku rasa memang lebih baik begitu. Kau kini menjadi istri Wija. Dia orang baik, kau tidak patut mengkhianatinya.” (Hati yang Damai, hlm. 56).

Klimaks dari cerita dalam novel ini terjadi saat Dati bersama Sidik, pada saat itu Nardi hadir mengantar Wija kembali ke rumahnya. Saat di mana ketiga lelaki yang mencintai Dati berada dalam satu ruangan dengan Dati. Cerita ini berakhir dengan keyakinan Dati akan cintanya kepada Wija. Kata-kata Wija yang menyentuh ialah pada kutipan berikut.

”Aku tahu kau masih mencintainya. Tapi aku juga tahu bahwa mencintai itu memang mudah. Untuk saling mengerti itu yang sukar.” (Hati yang Damai, hlm. 75) ”Aku berjanji akan kembali, Dati. Kini aku kembali. Kepada siapa aku harus datang? Aku tidak memiliki siapa pun selain kau dan anak-anakmu.” (Hati yang Damai, hlm. 76).

 Alur cerita dalam novel ini begitu menarik dan mampu menjadi cerminan kita untuk kehidupan yang lebih baik. Adapun beberapa amanat dalam novel ini, sebagai berikut:
  • Keyakinan pada diri kita untuk setia apapun gangguan yang datang pasti dapat teratasi.
  •  Hendaknya kita bersabar dan tabah menghadapi persoalan hidup dan memandang hanya dari sisi buruknya saja.
ELZZA (Mahasiswa STKIP PGRI Pacitan)




Lebih baru Lebih lama