PACITAN || Pada abad ke-17 hingga 18 Masehi, seorang ulama besar bernama Kyi Jogokaryo, yang juga dikenal sebagai Kanjeng Jimat, terpilih memimpin Kadipaten Pacitan atas rekomendasi penjajah Inggris kepada Belanda setelah masa pemerintahan Adipati Setroketipo. Kyi Jogo Karyo mendapatkan pengetahuan agama dan ketauhidan dari seorang guru bernama Maha Raja Mandar asal Sulawesi, yang diasingkan ke Pacitan oleh pemerintah penjajah Belanda. Selain ilmu agama, Kyi Jogokaryo juga mempelajari ilmu kesaktian dari Maha Raja Mandar.
Kyi Jogokaryo mengajar mengaji di tepian Sungai Grindulu, sekitar Masjid Kauman (Arjowinangun) dan Tanjungsari. Karena kecerdasan dan kesaktiannya, ia diangkat sebagai anak oleh Adipati Setro Ketipo dan kemudian menjadi Adipati Pacitan dengan masa jabatan yang panjang hingga akhir hidupnya. Senjata andalannya adalah sebatang tongkat yang terbuat dari tanduk kerbau bule (putih) dengan ukiran kepala naga di bagian atas, yang dianggap sakral dan mistis. Tongkat tersebut memiliki panjang sekitar 1,5 meter dan terdiri dari sambungan beberapa bagian tanduk.
Tongkat sakti ini selalu menemani Kyi Jogokaryo, terutama saat usianya sudah tua dan masih memimpin Kadipaten Pacitan. Tongkat ini juga digunakan selama perang Diponegoro di Kadipaten Pacitan ketika Pangeran Diponegoro dan laskarnya mengepung wilayah tersebut (1825-1830). Kyi Jogokaryo akhirnya ditawan dan dihukum untuk mengikuti perang melawan Belanda hingga akhir hayatnya di luar Pacitan. Beliau kemudian menjadi abdi dalem di Kerajaan Yogyakarta untuk menjaga Gedung Jimatan (Pusaka) dan diberi gelar Eyang Kanjeng Jimat hingga akhir hidupnya.
Tongkat sakti bernuansa mistis ini masih tersimpan dan dianggap sangat sakral, menjadi saksi sejarah besar di masa penjajahan Inggris dan Belanda di Kadipaten Pacitan. Semoga Gusti Allah memberikan berkah kepada kita semua, keluarga, rakyat, dan penerus Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, serta bumi dan langit.
Penulis: Amat Taufan