PACITAN TERKINI - Bismillah. Salam Literasi Sejarah dari Pacitan, Kota Misteri. Datangnya Pedagang Cina dan Jejak Mata Uang, Pacitan dan Misi Islamisasi
Di balik keheningan lereng pegunungan dan semilir angin dari Samudera Hindia, Pacitan menyimpan sepotong sejarah yang nyaris hilang ditelan zaman: koin logam beraksara Cina, peninggalan abad ke-13 hingga 14 Masehi. Benda kecil yang nyaris dilupakan ini menyimpan kisah besar tentang perdagangan global, peradaban, dan dakwah di Nusantara.
Sekitar abad ke-13, kapal-kapal kayu para pedagang dari negeri Tiongkok mulai bersandar di pesisir utara Pulau Jawa. Mereka datang membawa rempah, kain, keramik, dan juga mata uang logam berbentuk bulat, dengan lubang persegi empat di tengahnya. Koin ini bukan sekadar alat tukar, tapi simbol peradaban yang berkembang melalui jalur maritim.
Tak butuh waktu lama, koin ini digunakan oleh kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya, Demak, dan Pasai dalam transaksi mereka. Dan saat dakwah Islam mulai menyebar ke pelosok selatan Jawa, koin-koin itu pun ikut terbawa bersama para mubaligh dan pasukan dari Cirebon, Tegal (Slawi), Demak, dan Pasai.
Wilayah Pacitan khususnya Kalak dan Donorojo pada waktu itu masih berada di bawah kekuasaan lokal yang menganut Hindu-Buddha. Kerajaan Wiranti atau Kalak, dipimpin oleh Pangeran Kalak (R. Panji atau R. Prawiro Yudho), dikenal sebagai salah satu keturunan Raja Brawijaya terakhir dari Majapahit. Kehadiran pasukan Islam membawa bukan hanya ajaran tauhid, tapi juga sistem ekonomi dan budaya baru salah satunya melalui koin logam tersebut.
Koin-koin yang ditemukan memiliki diameter sekitar 5–6 cm, terbuat dari campuran tembaga, kuningan, dan bahkan emas 18 karat. Di tengahnya terdapat lubang berbentuk segi empat, simbol keseimbangan dalam filosofi Timur. Masing-masing sisi lubang itu diukir dengan huruf Cina yang menunjukkan nilai nominal.
Sebagai bukti transaksi dagang antarbangsa, koin ini menandai bahwa masyarakat Nusantara pada masa itu telah mengenal sistem keuangan yang terstruktur serta teknologi pengecoran logam tingkat tinggi suatu kemajuan yang luar biasa pada masanya.
Sayangnya, keberadaan koin ini kini lebih sering menjadi barang koleksi daripada jejak sejarah yang dimaknai. Fakta sejarah yang semestinya menjadi kebanggaan dan pelajaran, justru tenggelam dalam arus zaman. Padahal, koin ini adalah saksi bisu bahwa Pacitan pernah menjadi bagian dari jaringan perdagangan internasional dan tempat pertemuan antara budaya Timur dan Islam Nusantara.
Mugio Gusti Allah paring berkahipun teng engsun, keluarga, lan para penerusipun Kanjeng Nabi Muhammad ﷺ. Semoga sejarah ini kembali disingkap, dipahami, dan diwariskan kepada generasi mendatang sebagai bagian dari jati diri budaya dan spiritual kita.
Penulis: Amat Taufan