PACITAN MISTERI || Bismillah; Salam Literasi Sejarah: Pacitan Kota Misteri - Benda Pusaka Pangot Kebudan
Pada abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, ketika peradaban manusia mulai beralih dari penggunaan batu ke era peradaban besi, beberapa kekuasaan zaman kerajaan di Pulau Jawa mencoba menciptakan berbagai peralatan perang, pertanian, dan rumah tangga. Sarana ini terbuat dari "pasir besi," yang dicor logam hingga meleleh lalu dibentuk menjadi alat-alat tajam yang sangat bermanfaat, baik untuk masyarakat maupun dalam lingkungan kerajaan di Jawa waktu itu, seperti Kerajaan Medang, Galuh, Singosari, Majapahit, dan lainnya.
Salah satu situs yang dikenal paling tua adalah Situs Pangot Kebudan, yang terletak di Desa Sooka, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. Alat tersebut digunakan sebagai senjata tajam yang terkenal pada masa Kerajaan Singosari dan Majapahit. Pangot Kebudan dikenal sebagai alat perang kerajaan yang andal sebelum lahirnya senjata-senjata lain yang lebih maju seperti keris, pedang, dan tombak. Senjata ini sangat sakral dan disakralkan pada zamannya, ditakuti oleh pihak lawan dalam perang antar kerajaan di bumi Jawa. Pangot Kebudan juga sering disebut "Kudi" karena bentuknya yang mirip bulan sabit.
Desa Sooka di Kecamatan Punung, Pacitan, diyakini sebagai pusat pembuatan alat-alat perang dan dikenal dengan profesinya sebagai "Empu"sebuah profesi yang kini terlupakan. Situs ini menjadi bukti sejarah penting tentang bagaimana peradaban teknologi manusia di Jawa pada masa itu, yang berkembang dari penggunaan batu menuju besi.
Pangot Kebudan dianggap sebagai babon atau induk dari pusaka wesi aji (besi bertuah) yang kini berkembang menjadi berbagai bentuk, seperti keris, tombak, klewang, clurit, hingga senjata api seperti pistol dan meriam.
Mugio Gusti ALLAH paring berkahipun teng engsun, keluarga, rakyat, lan penerusipun Kanjeng Nabi Muhammad Rosulullah, bumi langit sak isinipun. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan keberkahan-Nya kepada kita semua, keluarga, rakyat, dan penerus Nabi Muhammad SAW, bumi, dan seluruh isinya.
Pewarta: Amat Taufan
Editor: Hendriyanto