PACITANTERKINI || Bismillah. Salam literasi sejarah dari Pacitan, kota misteri. Cerita ini membawa kita kembali ke sekitar abad ke-13 hingga ke-14 Masehi, di mana Kerajaan Wiranti dipimpin oleh Raja R. Prawiro Yudho, yang juga dikenal sebagai R. Panji atau Panembahan Kalak, bersama Permaisurinya Dewi Suryo, Dewi Sekartaji, Shri Ratu Kencono Wungu, atau Dadung Mlati.
Pada masa itu, di ibukota kerajaan Wiranti yang berpusat di Wilayah Kalak, tepatnya Donorojo, Sang Permaisuri berusaha keras untuk menyambut para tamu yang berkunjung ke negeri mereka. Namun, karena keterbatasan bahan makanan di tengah hutan dan pantai selatan Pulau Jawa, Dewi Suryo mencari solusi dengan memperhatikan kegiatan penduduk sekitar yang mencari ikan di sekitar pelabuhan Iroboyo.
Pada waktu itu, warga sekitar hanya mendapatkan anak ikan hiu (kelong) karena Laut Jawa Selatan terkenal sebagai lautan bebas dan dalam yang kaya akan ikan hiu. Sang Permaisuri pun menciptakan masakan menggunakan ikan hiu berukuran kecil dan sedang. Ikan tersebut dipanggang atau diasapi hingga setengah matang, kemudian diberi bumbu rempah dan santan kelapa, mengingat wilayah kerajaan Wiranti banyak ditumbuhi pohon kelapa.
Ikan hiu yang dipotong kecil mirip sate ini diolah dengan bumbu pedas dan santan, menciptakan hidangan yang segar dan nikmat. Untuk mengenang kota Raja Kalak, banyak masyarakat kemudian menyebutnya "Sayur Kalakan." Permaisuri Raja Wiranti, Dewi Suryo, menyajikan hidangan ini bersama dengan menu andalan kerajaan, "Tiwul Wuranti."
Hingga kini, masyarakat Pacitan menyebut "Sayur Kalakan" sebagai menu khas favorit dan andalan, menjadikannya bagian dari warisan kuliner yang terus dijaga. Semoga berkah dari Allah senantiasa menyertai keluarga, rakyat, dan penerus di Pacitan serta seluruh bumi dan langit, seiring dengan doa untuk keberkahan dari Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah. Mugio Gusti Allah paring berkah, semoga keluarga, rakyat, dan penerusnya selalu mendapat lindungan-Nya. (Amat Taufan)