MrJazsohanisharma

Waktu yang Terus Berlari


Oleh: Dr. Hasan Khalawi, M.Pd

Kita merenung di bilik masing-masing, melintasi ruang dan waktu. Daya imajinasi yang begitu jelas membentang ke masa depan. Kita berusaha mengejar mimpi-mimpi yang harus dilakukan sekarang dan segera. Namun, lihatlah diri kita dan waktu ini yang terus saja berlalu. Sedangkan, apa yang telah kita lakukan setiap hari? Kenalkah kita pada perubahan saben hari yang begitu mencengangkan?

Manusia berseronok dengan waktu. Di pagi hari, ia menatap cahaya mentari yang menerobos dedaunan: kuning, indahnya tak terkira. Ia sebagai tanda bangkitnya kehidupan setelah senyap dan terlelap dari gelapnya malam. Pagi itu, bangkit pula semangat dan motivasinya. Lalu ia mulai mengumpulkan rencana untuk dikerjakan di hari itu. Semua hal sudah terkumpul di dalam mindanya. Sebentar kemudian, jam yang berdentang bagai genderang perang berbunyi di sudut rumah. “Eeh, haripun beranjak siang.

”Pada siang itu, kalah pula ia dengan rasa kantuk yang begitu berat akibat pikiran-pikiran dan gerakan-gerakan yang telah dilakukan. Lalu, tidurlah ia di waktu siang. Setelah banyak lalu lalang kendaraaan lewat dan suara mesin pabrik kembali berdendang masuk ke telinga, ia terbangun dari tidur siang dengan mata terbelalak menatap jam di dinding. 

“Ooh, sudah jam 3 rupanya, hari sudah petang saatnya sholat Ashar”. Beberapa jam kemudian, hari pun mulai  senja dengan warna khasnya di cakrawala, mandipun terlambat mepet maghrib. Akhirnya, terdengarlah suara adzan maghrib memanggil, menyentuh jiwa-jiwa yang masih hidup. Bergegaslah ia ke surou atau masjid di sekitarnya. Setelah cukup ia berdzikir, ia pun pulang untuk makan malam: terkadang sendirian sembari menatap lampu dan dinding dapur. 

Tak lama kemudian, adzan Isyak pun terdengar. Seusai sholat, belum tentu ia mengerjakan sesuatu bermakna yang berisi ‘adicita’; ngobrol kesana-kemari tanpa arah dan tujuan yang jelas. Akhirnya, mata itu ‘sepet’ dan hampir tertidur. Di atas ranjang, Ia bisa saja menyesal: “Apa saja yang aku lakukan di hari ini,” ia pun tertidur pulas. Begitulah putaran hari yang cepat dan melenakan. Sadarlah wahai diri, begitukah sikapmu berseronok dengan waktu? Jangan lalai, terlena, dan alpha! hari-hari mu tidak pernah kembali lagi.

Benarlah kata Buya Hamka dalam puisinya, bila “Kita tidak pernah merasa kehilangan waktu dan kesempatan untuk menghasilkan pahala, maka 1000 tahun pun tidak akan pernah cukup bagi orang-orang yang terlena.

”Selain itu, ustadz Bediuzzaman Said Nursi menuliskan di dalam kitab al-Kalimat, “Selama 75 tahun usia yang kujalani, dan dengan ribuan pengalaman yang kudapat sepanjang hidup serta dengan berbagai peristiwa yang terjadi padaku, aku menyadari penuh bahwa kenikmatan hakiki, kesenangan yang tak berhias derita, kegembiraan yang tidak disertai duka, dan kebahagiaan sempurna dalam hidup hanya terletak pada iman dan dalam wilayah hakikatnya.

Tanpa iman, satu kesenangan duniawi mengandung banyak derita……….ya, modal umur dan berbagai perangkat istimewa yang diberikan kepada manusia tidak lain adalah untuk menunaikan berbagai tugas mulia.


Lebih baru Lebih lama