Ibu: Pilar Cinta yang Tak Tampak


PACITAN TERKINI || Pagi itu, seperti pagi-pagi lainnya, ibu sudah terjaga lebih awal dari kami semua. Dapur penuh dengan aroma nasi hangat dan telur goreng, mengisi udara dengan kehangatan. Ibu selalu memulai hari dengan kesibukan, menyibukkan dirinya dalam rutinitas yang membuat kami semua siap menghadapi hari.

“Ayo, Nak, sarapan dulu. Dunia menanti langkahmu,” katanya dengan suara lembut penuh kasih, menyodorkan piring berisi sarapan.

Aku memandang piring itu, merasa lebih dari sekadar kenyang. Rasanya, setiap gigitan menyimpan pelukan yang tak kasat mata. “Terima kasih, Bu. Pagi ini, sarapannya terasa seperti pelukan.”

Ibu hanya tersenyum tipis, namun senyumnya menyimpan kelelahan yang coba ia sembunyikan. “Untukmu, Nak, tidak ada yang lebih indah selain melihat senyummu menyambut hari baru.”

Setelah sarapan, aku mendekatkan buku pelajaran. Ada beberapa soal yang membuatku gelisah. Aku menatap kertas-kertas soal itu, kemudian ibu, dengan hati-hati, seperti anak kecil yang takut merusak mainannya.

“Bu, soal ini sulit sekali. Aku takut tak bisa mengerjakannya,” kataku, berusaha menahan nada gugup.

Ibu mengulurkan tangannya dan merangkulku lembut. “Jangan takut, Nak. Setiap langkah kecilmu adalah keberanian yang patut dirayakan.”

“Tapi aku ragu, Bu,” suaraku melemah. “Aku takut tidak berhasil membahagiakan Ibu.”

Dengan nada yang lebih teguh namun penuh kelembutan, ia berkata, “Setiap usaha adalah doa, Nak. Jangan pernah ragu pada dirimu sendiri.”

Hari-hari seperti ini sering kali penuh tantangan bagi ibu. Ada banyak hal yang perlu diselesaikannya, mulai dari pekerjaan rumah, hingga mencari cara agar kebutuhan kami tetap terpenuhi. Ketika tiba-tiba terdengar kabar buruk tentang kenaikan biaya sekolah, rasa cemas tak bisa kuelakkan. Aku pun memberanikan diri untuk bertanya, meski aku tahu ini bisa saja menyakiti hatinya.

“Bu, bagaimana jika kita tak bisa membayar sekolah bulan ini?” tanyaku hati-hati, berharap tidak membuatnya semakin terbebani.

Wajah ibu tetap tenang, meski aku tahu di dalam hatinya mungkin ada gejolak yang tak ia perlihatkan. “Tenang, Nak. Ada jalan di setiap ujian, ada cahaya di setiap kegelapan. Ibu akan terus berjuang, karena kebahagiaanmu adalah nafas kehidupanku.”

Waktu terus berjalan, dan ketangguhan ibu semakin tampak di hadapanku. Dalam segala kekurangan, ia tidak pernah menyerah. Aku tahu, di balik senyum dan kelembutannya, ada banyak pengorbanan yang tak terlihat. Semangatnya yang tak kenal lelah menjadi inspirasi bagi kami semua.

Malam itu, ketika aku melihat ibu berusaha untuk tetap kuat meski jelas tubuhnya lelah, hatiku tergerak. Dengan penuh kecemasan, aku memintanya untuk beristirahat.

“Ibu, kenapa kau begitu lelah? Tidurlah sejenak,” pintaku, menatap wajahnya yang terlihat letih.

Namun, ia hanya tersenyum dan berkata lembut seperti angin senja, “Tak ada yang lebih indah, Nak, selain melihatmu tumbuh dengan senyuman. Ibu akan selalu ada untukmu, meski tak tampak.”

Kata-katanya seolah-olah menjadi jendela yang mengajarkanku tentang cinta yang tak terlihat namun begitu nyata. Keberadaan ibu adalah anugerah yang tak ternilai, yang membisikkan arti dari cinta sejati dan dedikasi tanpa syarat. Di balik segala kerutan dan kelelahan, ibu adalah pilar yang membuat kami berdiri tegak, tanpa pernah mengeluh.

Dan di setiap malam, ketika aku melihatnya menyusuri hari-hari dengan hati yang tegar, aku tahu satu hal dengan pasti: ibu adalah pahlawan, bukan dalam bayang-bayang, tapi dalam cinta yang tulus dan senyap yang selalu ada untuk kami.

Penulis: Angel Aulia Rahmawati

Lebih baru Lebih lama