MrJazsohanisharma

Di Bawah Cahaya Rembulan


PACITAN TERKINI || Di suatu malam yang tenang di bawah pepohonan yang rindang, angin berhembus lembut menyapa kulitku, seolah mengajak untuk menapakkan kaki dan mengukir sedikit cerita. Aku duduk di bangku kayu, menikmati keheningan yang menenangkan jiwa. Tak jauh dari tempatku duduk, sahabatku, Nayla, datang menghampiriku.

“Nayla,” panggilku, mencoba menyembunyikan rasa senang melihatnya.

“Hai Ris… sendirian? Aku temani ya,” jawabnya sambil tersenyum dan duduk di sebelahku.

“Eh! Hai… Iya nih, sendirian… boleh-boleh saja,” jawabku sambil mengangguk.

Terangnya cahaya rembulan dan kerlip bintang di angkasa membuat hati ini tak henti-hentinya mengucap syukur atas karunia Sang Pencipta. Aku menatap langit yang dipenuhi bintang, merasa damai di tengah malam yang hening.

“Nay… Lihatlah di atas sana, cahaya bulan itu memberikan sinar yang sangat terang nan indah,” ucapku sambil menunjuk ke arah langit.

“Iya Ris, Masya Allah indah sekali ciptaan Sang Maha Kuasa,” ungkapnya dengan perasaan bahagia yang terpancar dari matanya.

Keindahan suasana di malam itu membuat hati ini tak ingin lekas beranjak. Suara kendaraan yang berlalu lalang terdengar samar, menambah kedamaian suasana. Dinginnya angin malam menyapa tubuh, memberikan harmoni dan syair yang berkesan.

“Nurutmu, hal terindah apa yang membuatmu hingga detik ini tak pernah berhenti untuk bersyukur, Ris?” tanya Nayla, rasa ingin tahunya terpancar dari nada suaranya.

Aku berpikir sejenak sebelum menjawab, “Aku rasa, aku bisa menikmati setiap hembusan nafasku, hingga detik ini... Itu hal terindah yang aku miliki.”

Nayla mengerutkan dahi, tampak penasaran, “Kenapa? Apa tak ada hal lain yang mengesankan hidupmu?”

Aku menarik nafas panjang, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. “Kamu tahu, Nay? Banyak sekali umat Muslim di luar sana yang ingin merasakan kehidupan dengan tenang dan bahagia. Tetapi apa yang membuatku banyak-banyak bersyukur adalah, meskipun dalam keadaan yang demikian, tak menutup kemungkinan semangat mereka untuk tetap istiqomah berjuang di jalannya.”

Mendengar penuturanku, Nayla menganggukkan kepalanya dan tersenyum, menunjukkan bahwa ia memahami maksudku.

Waktu semakin malam, dan langit semakin gelap. Tepat pukul 20.30 WIB, aku memutuskan untuk pamit pulang lebih dahulu. “Nay, aku pulang dulu ya.”

“Baiklah, hati-hati,” sahut Nayla sambil tersenyum dan memandang ke arahku dengan penuh kehangatan.

“Aku: Assalamualaikum..”

“Nayla: Wa'alaikumus Salaam warahmatullahi wa barakatuh..”

Aku beranjak dari bangku, menghampiri sepeda motorku yang terparkir tak jauh dari tempat kami duduk. Setiap perjalanan yang aku lewati, aku pandangi lampu-lampu jalanan yang berkelap-kelip, menikmati setiap momen perjalanan menuju rumah.

Angin malam masih berhembus, membawa aroma segar dari pepohonan sekitar. Lampu-lampu jalanan memantulkan bayang-bayang di trotoar, menciptakan suasana magis yang membuatku semakin larut dalam pikiranku. Aku melaju perlahan, membiarkan pikiran melayang bebas, merenungi percakapan malam itu.

Kenangan akan percakapan dengan Nayla terus terngiang di kepala. Betapa pentingnya bersyukur atas hal-hal kecil yang seringkali terlewatkan dalam hiruk-pikuk kehidupan. Di tengah kesibukan dan tantangan, momen seperti ini menjadi penyejuk jiwa, mengingatkan untuk selalu menghargai apa yang telah dimiliki.

Sesampainya di rumah, aku merasakan rasa damai yang mendalam. Malam itu, di bawah cahaya rembulan dan bintang-bintang yang berkelap-kelip, aku menemukan kedamaian dan rasa syukur yang tak ternilai. Perjalanan pulang menjadi refleksi diri, menyadarkan bahwa dalam setiap hembusan nafas, ada keindahan yang patut disyukuri.

Di balik kesibukan dan rutinitas, malam yang tenang bersama sahabat menjadi pengingat akan arti sejati dari kebersamaan dan syukur. Dan aku tahu, di setiap langkah hidupku, keindahan malam ini akan selalu menjadi kenangan manis yang tak mudah terlupakan.

Penulis: Riska Putri Khoirunisa -PBSI STKIP PGRI Pacitan

Lebih baru Lebih lama