Alam lan Aklam: Eling Sangkan Paraning Dumadi sebagai Arah Laku Urip Wong Jawa


PACITAN TERKINI - Dalam kearifan Jawa, hidup bukan sekadar perjalanan linear dari lahir hingga mati, tetapi rangkaian laku yang terikat dengan asal-usul, budaya, dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. 

Ungkapan “Alam lan Aklam, ojo niro kabeh nglakoni; lali luput king kudangan lan mrucut king gendongan” adalah salah satu pitutur luhur yang mengajarkan tentang pentingnya menjaga jati diri dan menghargai setiap kebaikan yang pernah singgah dalam hidup. 

Pesan ini meneguhkan bahwa manusia tidak boleh “kesasar” dalam ambisi dunia, hingga lupa kepada asal-muasal atau kepada orang-orang yang berjasa mengangkat martabat dirinya.

Dalam perspektif spiritual, pitutur tersebut merupakan pengingat bahwa setiap langkah hidup senantiasa berada dalam pengawasan dan kuasa Gusti Allah SWT. 

Kemuliaan, keberhasilan, hingga jalan terang yang ditemui seseorang bukan semata-mata hasil usaha pribadi, melainkan bagian dari titah dan pepadang Ilahi.

 Karena itu, laku hidup yang benar adalah laku yang menempatkan kesadaran batin sebagai pusat: tetap eling marang sangkan paraning dumadi, mengetahui dari mana manusia berasal dan ke mana ia akhirnya kembali. Kesadaran ini melahirkan sikap rendah hati, sabar, dan tawaduk.

Selain itu, ungkapan ini juga menandaskan pentingnya andhap asor, sebuah nilai Jawa yang menuntun manusia agar tidak mengkhianati budi baik sesamanya. 

Dalam realitas sosial, hubungan antarmanusia terbangun dari rasa saling menghormati dan saling menguatkan. Mereka yang pernah memberi dukungan, membuka jalan, atau mengangkat derajat seseorang tidak boleh dilupakan. 

Menghargai jasa adalah bagian dari keadaban—sebuah kualitas yang membuat seseorang benar-benar disebut “wong”. 

Dengan menjaga keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri, manusia dapat menjalani hidup dengan penuh makna dan tetap berada dalam payung ridha Gusti.

Penulis: Amat Taufan

Lebih baru Lebih lama