PACITAN TERKINI - Tradisi spiritual masyarakat Jawa menyimpan sejumlah konsep kosmologis yang menghubungkan manusia dengan leluhur, guru agama, dan pusat-pusat kekuatan ilahiah. Salah satu konsep yang hidup dalam tradisi lisan masyarakat Pacitan adalah gagasan mengenai “garis lurus spiritual”, yakni jalur imajiner yang diyakini menghubungkan makam para tokoh sufi, guru agama, dan wali lokal hingga berujung pada pusat spiritual dunia Islam: Ka’bah di Makkah.
Garis tersebut tidak dipahami sebagai rute geografis teknis, melainkan simbol kesinambungan ajaran, mata rantai keilmuan, serta hubungan batin dari bumi Jawa menuju sumber tauhid.
Tradisi spiritual masyarakat Jawa memuat berbagai konsep tentang relasi manusia dengan leluhur serta pusat-pusat kekuatan ilahiah. Dalam khazanah lisan masyarakat Pacitan, dikenal gagasan mengenai “garis lurus spiritual”, yakni sebuah jalur imajiner yang menghubungkan makam para sufi, guru agama, hingga wali-wali lokal, yang secara simbolik berakhir pada pusat spiritual Islam: Ka’bah di Makkah. Garis ini tidak dipahami sebagai rute geografis, melainkan sebagai lambang kesinambungan ajaran, sanad keilmuan, dan mata rantai spiritual dari tanah Jawa menuju sumber utama tauhid.
1. Pok Teng sebagai Titik Awal Garis Spiritual
-
Kyai Tunggul Wulung (Suryo Buwono)
-
Eyang Joyo Iman / Jaiman
Mereka dihormati sebagai penjaga wilayah, penerus nilai-nilai ketauhidan, sekaligus tokoh awal penyebaran Islam di Pacitan. Pok Teng diposisikan sebagai titik pertama garis spiritual karena identitasnya sebagai pusat laku batin dan asketisme masyarakat setempat.
2. Garis Menuju Timur: Jejak Para Guru dan Wali
Dari Pok Teng, garis imajiner bergerak ke arah timur–timur laut, menyusuri sejumlah makam yang menjadi pusat pendidikan spiritual, yakni:
-
Makam Abah Toyib, dipandang sebagai pengamal laku syariat dan batin tingkat tinggi.
-
Makam Mbah Guru KH. Dimyati, ulama besar yang mengajarkan fikih dan tasawuf.
-
Makam Gus Jawat, tokoh karismatik dan penjaga moral masyarakat.
-
Makam Raden Saridin (Syekh Jangkung / Syekh Kenteng) – Donorojo, figur pesisiran yang dikenal menyebarkan ajaran tauhid secara luwes dan bijaksana.
3. Terhubung dengan Para Wali Besar Nusantara
Dari Donorojo, garis ini dianggap berlanjut ke makam para wali besar yang memiliki peran penting dalam Islamisasi Jawa dan Nusantara, di antaranya:
-
Syekh Siti Jenar / Syekh Lemah Abang, tokoh yang kontroversial namun dihormati dalam tradisi tertentu karena penekanannya pada hakikat keagamaan.
-
Syekh Maghribi, wali yang diyakini membawa tradisi keilmuan dari dunia Arab–Maghrib.
-
Syekh Subakir, tokoh masyhur dalam kisah peneguhan tanah Jawa dan pengusiran unsur ghaib pada masa awal dakwah Islam.
-
Syekh Damshik, penyebar dakwah yang menguatkan ajaran syariat dan spiritualitas Islam.
4. Titik Puncak: Makkah – Multazam
Garis spiritual ini berpuncak pada:
-
Makam Nabi Ibrahim AS, figur sentral tauhid dan bapak para nabi.
-
Multazam di Ka’bah, Makkah, tempat mustajab yang menjadi pusat orientasi ibadah umat Islam.
Dalam perspektif kejawen dan tasawuf, garis dari Pacitan menuju Makkah melambangkan keterhubungan sanad keilmuan, kesinambungan spiritual, warisan nilai tauhid, serta jalinan batin umat Islam Jawa dengan pusat suci umat Muslim sedunia.
5. Makna Kultural
Tradisi “ngluruske dalan” bukan praktik ritual formal, tetapi simbol penghormatan terhadap leluhur dan guru, pengingat sejarah dakwah di tanah Jawa, serta penegas bahwa ajaran tauhid diwariskan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Gagasan garis spiritual ini menjadi bagian dari memori kolektif masyarakat Pacitan–Donorojo–Jawa, bahwa tanah tempat mereka hidup tidak lepas dari tirakat para wali dan pancaran petunjuk ilahi yang mengarah pada Ka’bah sebagai pusat tauhid.
Penulis: Amat Taufan