MrJazsohanisharma

Putik Bunga Dandelion dan Cinta Seorang Ibu


 
Jum'at pagi terasa dingin meresap dalam badan. Hujan pagi membuat suasana menjadi syahdu dan membuat mata ingin terpejam.  Namun pagi yang cerah, sungguh indah memang., sedikit demi sedkit  sinar mentari mulai tampakkan kemegahannya di ujung timur.
 

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau dan sawah yang menguning karena panas matahari, pagi yang tenang dan damai telah tiba. Langit biru cerah diwarnai oleh permainan awan putih yang terlihat seperti kapas lembut di angkasa.

 

Pagi itu, seorang petani yang bernama Paeran  terbangun dengan lemah lembut oleh sinar matahari yang masuk melalui jendela kamarnya. Dia melihat sekelilingnya dan merasa terharu oleh keindahan alam. Burung-burung pun berkicau riang, menyanyikan lagu-lagu indah mereka di pepohonan sekitar.

 

Paeran  dengan perlahan beranjak dari tempat tidurnya, masih dalam keadaan mengantuk, namun penuh rasa syukur atas pagi yang indah ini. Ia membuka pintu kamar dan melangkah ke teras rumahnya. Di sana, ia melihat istrinya, Yulaiha, sedang merawat tanaman hias yang tumbuh subur di halaman mereka. Siti tersenyum dan melambaikan tangannya sambutannya.

 

"Selamat pagi, sayang," sapa Paeran  dengan senyuman lebar.

 

"Selamat pagi juga, Abi. Pagi ini benar-benar indah, bukan?" jawab Yulaiha, masih sibuk dengan tanaman-tanamannya.

 

Paeran  mengangguk setuju. Ia merasa begitu bahagia memiliki keluarga dan rumah yang hangat di desa ini. Setelah sarapan pagi bersama keluarga, Budi bersiap-siap untuk pergi ke sawah. Ia memakai bajunya yang kumal, mengambil cangkul dan ember, serta bersiap dengan semangat untuk bekerja di bawah terik matahari.

 

Sementara itu, anak mereka yang bernama Anisa sedang duduk di bawah pohon rindang, di dekat taman bunga yang sedang mekar, bermain dengan boneka kesayangannya. Ia tertawa-tawa ketika boneka itu "berbicara" dalam bahasa imajinasi anak-anak. Suasana pagi yang sejuk membuatnya merasa riang dan bahagia.

 

Paeran meninggalkan rumah menuju sawahnya, sementara Yulaiha mengurus rumah tangga dan Anisa gadis kecilnya  masih asyik bermain di bawah pohon. Mereka semua merasa beruntung bisa menikmati pagi yang indah di desa ini, yang selalu penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan.

 

Pagi itu terasa sangat damai. Suasana pagi yang tenang memanjakan mata dan jiwa mereka. Paeran bekerja keras di sawah, Yulaiha merawat tanaman hiasnya, dan Anisa melanjutkan petualangan imajinatifnya dengan boneka kesayangannya. 

 

Keluarga kecil  tahu bahwa di desa kecil ini, ada keindahan dalam hal-hal yang sederhana dan penuh cinta. Dan pagi itu adalah pengingat yang sempurna tentang betapa berartinya hidup mereka. Bunga-bunga mekar di halaman rumah pelipur lara dalam mengarungi gegap gempitanya hidup ini.

 

Yulaiha pergi ke belakang, tanpa minta ijin kepada  Anisa yang masih asyik berimajinasi di taman bunga yang saat itu sedang mekar-mekarnya.  Anisa dengan bonekanya ditemani dengan bunga Dandelion.   Bunga Dandelion ,merupakan bunga kesayangan  Anisa, yang saat itu sedang mekar-mekarnya membuat hati tak kan tertukar dengan lainnya.



Apa yang ada dalam benak gadis kecil  Anisa?  Gadis kecil dengan bola mata berwarna coklat, matanya sungguh indah. Tatapan matanya begitu teduh, menandakan kepolosan bocah seusianya. Badannya agak gemuk, pipinya juga sangat tembam. 
 
 
Ohh, dia lucu dengan tingkah polahnya yang begitu menggemaskan. Kesukaannya ketika berlarian uraian  rambutnya hitamnya yang legam, yang sebenarnya hanya sebahu, diterpa angin. Lalu apa yang membuat gadis kecil itu resah ?


Ketika membuka matanya, pagi ini  ada yang aneh baginya. Bukan bantal, guling, bahkan boneka kesayangannya yang ia temui. Tembok dengan gambar aneka binatang dan pemandangan, serta warna-warni pelangi. Tapi semuanya terasa luas baginya. 
 
 
Bahkan begitu luas. Hamparan yang begitu luas, sungguh menyejukkan mata gadis kecil itu, ditambah suasana pagi yang indah menggemaskan.


Apa yang ada di depannya, mana boneka beruang kesayangannya. Kenapa yang ada hanya hamparan bunga. Tetapi tunggu, bunga Dandeleon yang selalu menemaninyna, saat ibunya pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan  pagi. . Dia bahkan belum pernah melihatnya. Bunganya sangat kecil, warnya putih bersih. Ketika angin meniupnya mempermainkannya bunga itu berhamburan kemana-mana. Bunga itu bukan satu lagi, tetapi menjadi banyak. Apa maksud dari semua ini.  Anisa hanya mampu terdiam menatap itu semua, nalarnya masih meraba-meraba apa yang ada di depannya.



Matanya mulai berkaca-kaca ia tidak tahu harus berbuat apa bahkan harus kemana. Meneteslah air mata di pipinya, sekarang pipinya yang temabam itu sudah basah. Perlahahan suara tangisannya pun bahkan mulai mengeras, semakin keras, dan sangat keras. Anisa  terus saja menangis, sembari memanggil-manggil ibunya. Ia terduduk sambil memegangi lututnya, takut tak ada yang menemaninya,  ibu !! Anisa tak dapat menemukannya ibu di saat seperti ini.
 

Dalam tangisnya, ada sekelebat bayangan di antara bunga-bunga itu. Bukannya semakin kencang tangiasan Anisa  namun terhenti saat itu juga. Anisa  mulai penasaran, apa itu tadi. Ia pun perlahan mulai beranjak dari duduknya, melangkah menuju hamparan bunga di depannya. Ia mulai menyibak satu persatu kuntum bunga tadi. Mencarinya di antara ribuan hamparan bunga. Ia terus mencari dan menyusurinya, insting keingintahuan gadis kecil itu pun semakin menjadi.


“Baaaaaaaaaaaa” tiba-tiba suara itu muncul di depan wajah  Anisa. Gadis kecil itu pun sampai loncat ke belakang saking kagetnya. Bukan wajah atau teriakan suara ibunya yang ia temui, justru makhluk aneh yang mengangetkannya. 
 
 
Anisa pun hanya terdiam, sembari menatap makhluk tersebut. “Itu apa ya kira-kira? 
 

"Hewan, tanaman atau mainan ya kok aku belum pernah melihatnya,” ucap Anisa dalam hati dengan memasang wajah bingung polosnya.  Imajinasi Anisa melihat tanamaan diibaratkan sebagai makhluk yang selalu  tersenyum dengan sapaan manjanya dengan baunya semerbak mengharumkan siapa saja yang di dekatnya.


Makhluk itu lucu sekali, dia berwarna biru muda, dengan badannya yang gempal membuat perutnya terlihat semakin buncit. Mata bulatnya berwarna hijau. Dia mirip seperti anak panda, mirip sekali hanya saja warnanya berbeda.
 

Makhluk itu meraih tangan Anisa sembari tersenyum, “Aku Zai, kamu  Anisa kan?”ucap  Zai“Lo kok kamu tau namaku? Oh iya, kamu lucu sekali. Aku suka perutmu gembul, pipimu juga sangat tembam, sampai-sampai hidungmu seperti tidak kelihatan,” oceh Anisa. Mudahnya Teora melupakan tangisan dan kebingungannya tadi, setelah bertemu dengan Zai.
 

“Aku bahkan sudah mengenalmu sebelum kamu mengenalku,” ucap Zai sembari mengembangkan senyumnya. “Mari kita bermain, kamu pasti sudah rindu suasana itu bukan”, Zai pun menarik tangan teora dan mengajaknya mengitari hamparan bunga tadi. 
 
 
Senang sekali wajah Anisa, dengan antusias mengikuti ajakan Zai. Mereka pun berlarian kesana kemari, bersembunyi,  Anisa  pun terhenti di tengah-tengah hamparan bunga tadi. “Apakah kau suka di sini Anisa?” tanya Zai.
 
 
 “Aku suka sekali, disini luas dan banyak bunganya. Aku bisa bermain dan berlarian sepuasnya, apalagi ada teman sepertimu” jawab Anisa dengan lucunya. “Kalau kau suka bunganya, aku petikkan satu tangkai untukmu ya”. “Aku mau, aku mau” dengan cepat Teora menjawab sembari tangannya menadah ke Zai

Zai pun memetik satu tangkai bunga itu dan memberikannya kepada teora, “Ini untukmu TAnisa, jaga baik-baik bunga ini ya. Bunga ini bernama bunga Dandelion. Kamu bisa menemukan aku dimanapun kamu melihat bunga ini. Aku selalu berada di dalam bunga ini, menunggumu disini. Karena itu aku tidak bisa bermain terlalu lama denganmu disini.   Anisa  nampak bingung sekali.
 

“Kau harus ingat Anisa, seperti bunga ini. Kamu harus bisa mandiri, kamu harus kuat kemanapun arah angin dan terpaan angin membawamu. Jadilah, gadis kecil yang kuat, dengan tatapan teduhmu yang selalu menenangkan, mata coklatmu yang selalu membuat siapapun senang bermain denganmu.


Satu hal lagi  Anisa,  kemanapun angin membawaku pergi, akan akan selalu bersamamu, bermain denganmu bersama bunga dandelion ini” pesan Zai pada Anisa. 
 
 
Anisa  hanya bisa mengangguk tanpa tahu maksud Zai  sebenarnya. “Pejamkan matamu Teora, lalu tiuplah bunga itu,” ucap Zai.  Anisa pun memejamkan matanya, lalu meniup bunga dandelion tadi.


Sinar mentari pun mulai menelisik ke sela-sela tanaman bunga.  Anisa  pun membuka matanya, menemukan boneka kesayangannya. Halaman rumahnya dengan bunga dandelion  yang berwarna-warni. Tapi tunggu, ada sesuatu yang hilang. Kemana Zai. Kemana bunga dandelion itu.
 

Anisa dalam sekejap lamunannya setelah terjatuh di taman bunga.  Anisa  menikmati, hembusan angin sepoi menampakkan keajaibannya. Putik Dandelion pun mengambang, beterbangan kesana kemari dan menjatuhkannya tepat di taman kecil keluarga Anisa.


Anisa  menatap dengan senang putik dandelion tadi. “Aku selalu bersamamu, aku ingin terus bermain bersamamu, aku akan selalu menunggu kemana pun angin membawamu berpetualang,” ucap Anisa dalam hati.


Biarkan aku menjelajah, berpetualang, mengitari dunia. Menemukan semua jawaban. Aku akan selalu menemuimu kemanapun angin membawamu menjauh. Zai.
 
 
Zulaiha sang Ibu, memanggil-manggil Anisa......Anis  ke mana nak kamu," panggil Zulaiha.  Tak lama kemudian Anisa   menghampiri ibunda tercintanya.  Sang bunga yang selalu mekar saat Anisa  bersedih.  Saat Anisa terjatuh di kebun bunga, saat mamanya ke dapur.

 

Zulaiha:  Anis , sayang! Ibu khawatir kamu pergi jauh. Kamu tahu Ibu selalu cemas saat kamu tidak ada di dekat Ibu. Kamu sedang apa, Nak?

 

Anisa:  Maafkan aku, Ibu. Aku hanya pergi ke sungai kecil untuk mengambil beberapa bunga liar untuk kamar kita. Bunga-bunga ini selalu mengingatkan aku pada Ibu.

 

Zulaiha: (tersenyum lembut) Ah, Anisa, kau adalah bunga terindah dalam hidup Ibu. Aku tahu betapa sangat mencintaimu, dan aku bangga memiliki anak sepertimu. Tapi harap selalu beri tahuku sebelum kamu pergi, ya?

 

Anisa: Aku janji, Ibu. Aku akan selalu memberi tahu Ibu sekarang. Jangan khawatir, bunga ini selalu mekar saat aku bahagia, dan aku selalu bahagia bersamamu.

 

Zulaiha: (mengelus rambut Anisa) Terima kasih, sayang. Ibu mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini. Kamu adalah sinar matahari dalam hidup Ibu, dan bunga kebahagiaan kita.

 

Mereka berdua tersenyum satu sama lain dan melanjutkan hari mereka, dengan cinta dan kebahagiaan yang selalu memenuhi hubungan mereka.

 

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama