MrJazsohanisharma

Krecek Kebon Agung: Jejak Kuliner Tradisional Pacitan yang Sarat Makna


PACITAN MISTERI || Dengan memohon berkah Allah, serta salam literasi sejarah, mari mengenang jejak kuliner Pacitan yang sarat makna, yaitu makanan tradisional "Krecek Kebon Agung." Diperkirakan, pada abad ke-13 hingga ke-14 Masehi, di wilayah Kerajaan Wiranti atau Kalak (sekarang Donorojo, Pacitan), permaisuri Dewi Suryo (yang juga dikenal sebagai Dewi Sekartaji, Ratu Kencono Wungu, atau Dadung Mlati) menciptakan makanan khusus untuk tamu-tamu asing yang berkunjung ke negerinya.

Mengingat kondisi geografis wilayahnya yang berbukit-bukit dan berada di pesisir Laut Selatan Jawa, serta sulitnya menanam padi di sana, masyarakat hanya bisa mengandalkan hasil bumi berupa singkong. Atas perintah permaisuri, rakyatnya kemudian mengolah tepung dari singkong kering (gaplek) menjadi camilan yang dikenal sebagai "Krecek." Proses pembuatan makanan ini melibatkan pencairan tepung singkong yang kemudian disaring menggunakan ayakan bambu ke dalam cetakan bulat, lalu dijemur di bawah terik matahari hingga kering. Saat sudah kering, adonan ini dapat disimpan dan digoreng untuk menghasilkan camilan renyah dan gurih.

Masyarakat Kecamatan Kebon Agung memberi nama makanan ini "Krecek Kebon Agung," dengan makna filosofis bahwa hidup manusia ibarat siklus yang berputar, penuh riak atau ujian (disebut "kmerecek" atau "krecek") sebelum mencapai kebahagiaan atau kemuliaan.

Di masa itu, Krecek Kebon Agung menjadi sajian penting dalam upacara keagamaan serta menjadi jajanan pasar yang populer. Namun, kini makanan ini sudah jarang ditemukan di pasar tradisional dan hanya muncul dalam acara-acara tertentu seperti bazar atau perayaan di wilayah Kebon Agung. Krecek Kebon Agung merupakan bukti sejarah teknologi pangan masa lalu yang terlupakan, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya ketahanan pangan yang sudah ada sejak zaman dahulu.

Semoga Allah memberikan berkah kepada kita semua, keluarga, rakyat, dan penerus Kanjeng Nabi Muhammad SAW, serta kepada bumi dan segala isinya. 

Penulis: Amat Taufan

Lebih baru Lebih lama