34 Tahun Berjualan Cenil, Mbah Surati Setia Menjaga Cita Rasa Tradisional


MAKANAN (PACITAN TERKINI) - Di tengah hiruk-pikuk Pasar Minulyo, Pacitan, sosok Surati menjadi pemandangan yang familiar bagi para pengunjung setia. Sejak tahun 1990, selama 34 tahun terakhir, Ibu Surati telah setia menjual cenil, salah satu jajanan tradisional khas Jawa yang terus bertahan di hati masyarakat. Cenil yang dibuat dari tepung ketan, parutan kelapa, dan gula merah ini menjadi favorit banyak orang, khususnya pada akhir pekan, ketika lapak Ibu Surati ramai dikunjungi pembeli. 

Apa yang membuat cenil Surati begitu istimewa hingga terus diminati selama puluhan tahun? Salah satu rahasianya terletak pada konsistensi bahan baku yang digunakan. Meskipun harga bahan-bahan pokok terus mengalami kenaikan, Ibu Surati tetap berkomitmen untuk menggunakan bahan yang berkualitas, persis seperti ketika ia memulai usahanya. "Dari dulu sampai sekarang, bahan tetap sama. Hanya harga jualnya yang disesuaikan," ungkapnya.

Setiap hari, Surati membuka lapaknya dari jam 5 hingga 10 pagi. Pada hari Sabtu dan Minggu, jumlah pembeli biasanya meningkat drastis, dengan banyak pengunjung yang datang khusus untuk mencicipi cenil buatannya. Bagi banyak orang, membeli cenil dari Ibu Surati sudah menjadi ritual rutin, terutama mereka yang menginginkan cita rasa tradisional yang autentik.

Keunikan lain dari cenil Surati adalah cara penyajiannya yang tetap setia pada tradisi. Setiap bungkus cenil disajikan dengan cara yang ramah lingkungan, menggunakan daun pisang dan daun jati sebagai pembungkus. Ini tidak hanya menjaga rasa makanan tetap alami, tetapi juga mengurangi penggunaan plastik, sesuatu yang semakin jarang ditemukan dalam dunia kuliner modern.

Selain cenil, Surati juga menjual jongkong dan lapis, dua makanan tradisional lainnya yang selalu menghiasi lapaknya. Kelezatan kue-kue ini, dengan tekstur yang lembut dan kenyal, membuat lapak Ibu Surati menjadi salah satu tempat favorit di Pasar Minulyo. Setiap gigitan kue ini membawa pengunjung ke nostalgia masa lalu, mengingatkan mereka akan cita rasa otentik yang mulai jarang ditemukan di era modern ini.

Dalam perjalanan bisnisnya yang panjang,  Surati bukan hanya seorang penjual makanan tradisional, tetapi juga simbol ketekunan dan dedikasi. Di tengah gempuran makanan-makanan modern, ia tetap mempertahankan resep tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjaga agar rasa asli cenil tidak pernah berubah. 

Bagi  Surati, cenil bukan sekadar produk dagangan. Setiap harinya, dengan tangan terampil, ia menata dan menyiapkan cenil dengan cinta, memberikan pengalaman kuliner yang tak terlupakan bagi para pelanggannya. Ketekunan inilah yang membuat cenilnya tetap menjadi pilihan utama bagi warga lokal maupun pendatang.

Di tengah perubahan zaman yang cepat, Surati berhasil menjaga cita rasa tradisi di dalam lapak sederhananya. Setiap cenil yang dijualnya tidak hanya menawarkan kenikmatan di lidah, tetapi juga membawa pelajaran penting: bahwa menjaga tradisi dan kualitas adalah kunci untuk bertahan dalam jangka panjang.

Cenil  Surati bukan hanya sebuah jajanan tradisional, tetapi juga cerminan dari semangat menjaga warisan kuliner lokal di tengah arus modernisasi. Di setiap gigitan, tersimpan dedikasi dan cinta yang tulus dari seorang penjual yang tak pernah lelah mempertahankan kualitas dan keaslian.

Pewarta: Clara Devinta 

Lebih baru Lebih lama