Buku Leter C/Petok D: Sejarah, Fungsi, dan Tantangan di Era Digital


PACITAN TERKINI || Bismillah. Salam Literasi Sejarah. Pacitan, kota penuh misteri, menyimpan berbagai catatan penting tentang sejarah agraria di Indonesia, salah satunya adalah Citus Buku Leter C/Petok D. Diperkirakan sejak abad ke-19, dan lebih formal saat Indonesia merdeka tahun 1945, munculnya Direktorat Agraria di bawah Kementerian Dalam Negeri memicu program Land Reform. 

Pada tahun 1962, lahirlah Undang-Undang Pokok Agraria yang mengatur tata kelola tanah di Indonesia. Dalam undang-undang ini, dibuatlah dokumen negara berupa Buku Tanah, yang mencatat data kepemilikan, luas, jenis, kelas, dan batas tanah.

Buku tanah ini, sangat penting sebagai dasar hukum kepemilikan tanah, penghitungan pajak, dan bahkan dalam penyelesaian sengketa. Citus ini memiliki tulisan tangan halus dalam aksara Latin, sesuai zaman awal kemerdekaan. Di setiap pergantian kepala desa atau lurah, buku tersebut selalu diserahkan secara formal untuk keamanan dan keperluan administrasi rakyat yang mereka pimpin.

Menariknya, dalam buku tersebut terdapat kolom khusus untuk mencatat perubahan hak milik. Setiap perubahan dicatat dengan tinta berwarna merah atau warna lain, untuk memudahkan identifikasi administrasi. Sayangnya, seiring perkembangan zaman digital dan usia buku yang sudah mencapai ratusan tahun, banyak buku Citus yang rusak, tidak terpelihara, dan terancam hilang karena bencana seperti banjir.

Meskipun buku ini,  sudah sangat tua, hingga saat ini pemerintah desa atau kelurahan masih menggunakannya, terutama dalam menyelidiki sejarah asal-usul tanah. Meski dalam kondisi rentan dan usang, buku ini tetap dianggap sebagai kitab vital tentang sejarah tanah yang tak tergantikan, dan hingga kini, pemerintah belum mampu membuat penggantinya. Semoga Gusti Allah selalu memberikan berkah bagi kita semua

Penulis: Amat Taufan

Lebih baru Lebih lama