PACITAN TERKINI || Upacara adat tradisi Gumbregan masih tetap diperingati oleh sebagian besar warga Dusun Sumber, Desa Ngadirejan, sebagai bentuk rasa syukur atas rejeki yang diberikan, terutama dalam bentuk ternak peliharaan. Tahun ini, sejumlah warga kembali melaksanakan tradisi ini, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Gumbregan merupakan tradisi syukuran yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa peduli dan kasih sayang terhadap hewan ternak. Dalam tradisi ini, masyarakat memanjatkan doa bersama agar ternak dan pemiliknya senantiasa diberikan kesehatan, keselamatan, serta rejeki yang melimpah. Tradisi Gumbregan biasanya digelar dua kali dalam setahun, sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada upacara Gumbregan, warga menggelar kenduri atau pesta syukuran yang diiringi dengan doa bersama. Dalam kenduri ini, disajikan berbagai makanan dari hasil bumi, seperti ketela, umbi-umbian (ngganyong, gerut, gembili, uwi), ketan, dan kupat. Makanan ini dibagikan kepada warga yang hadir dalam kenduri, dan sebagian juga dibawa ke kandang untuk diberikan kepada ternak. Prosesi pemberian pakan ternak ini dilakukan sambil memanjatkan doa agar ternak berkembang biak dengan baik, serta berharap agar hewan-hewan tersebut senantiasa sehat dan produktif.
Mbah Usul (42) menyatakan bahwa harapan masyarakat ke depan adalah agar tradisi Gumbregan ini dapat terus dilestarikan dan diuri-uri oleh generasi penerus, sebagai warisan budaya yang sangat penting. Dengan demikian, tradisi ini tidak hanya menjadi ritual semata, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya yang mempererat tali persaudaraan antarwarga sekaligus sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang diberikan.
Tradisi Gumbregan yang penuh makna ini mencerminkan kedekatan masyarakat dengan alam dan ternaknya. Lebih dari sekadar upacara adat, Gumbregan menjadi simbol persatuan, rasa syukur, dan kepedulian terhadap kesejahteraan hewan ternak yang menjadi bagian penting dalam kehidupan warga Dusun Sumber. Dengan terus dilaksanakan, tradisi ini akan tetap terjaga dan menjadi warisan budaya yang berharga bagi generasi yang akan datang.
Penulis: Iqbal Oki Wirangga /PJKR/STKIP PGRI Pacitan