Tradisi Memetri Hari Kelahiran di Gunung Agung: Menjaga Kearifan Lokal di Era Modern

 

PACITAN TERKINI || Gunung Agung, 24 November 2024 – Warga RT.02/RW.11 Desa Gunung Agung, Temon, memiliki tradisi unik yang terus dilestarikan, yaitu memetri atau syukuran hari kelahiran seseorang. Tradisi ini biasanya diadakan di rumah keluarga yang bersangkutan sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia umur panjang. Selain itu, memetri juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan sosial antarwarga.

Tradisi memetri memiliki makna mendalam yang diwariskan secara turun-temurun. Mbah Sukir, salah satu tokoh masyarakat yang sering menghadiri acara ini, menjelaskan bahwa tradisi ini adalah bagian penting dari kearifan lokal. “Memetri sudah ada sejak zaman nenek moyang kami. Tradisi ini adalah cara untuk mengenang jasa orang tua dan berbagi kebahagiaan dengan tetangga serta keluarga,” ungkapnya.

Bagi masyarakat setempat, memetri bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur dan budaya yang telah diwariskan. Tradisi ini dianggap sebagai simbol kebersamaan, di mana keluarga berbagi berkat dengan lingkungan sekitarnya. Gipan, seorang warga, mengatakan bahwa pelaksanaan tradisi ini memberikan kesan positif bagi keluarga yang merayakan.

Di tengah arus modernisasi, tradisi memetri menjadi pengingat untuk tetap menghargai nilai-nilai lokal. Riska, salah satu generasi muda di desa tersebut, menilai memetri sebagai cara untuk tetap bersyukur di tengah kemajuan zaman. “Meskipun hidup di era serba modern, tradisi ini mengajarkan kami untuk tidak melupakan akar budaya dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan,” ujarnya.

Selain menjadi wujud rasa syukur, memetri juga memiliki fungsi sosial yang kuat. Acara ini biasanya dihadiri oleh keluarga besar, tetangga, dan tokoh masyarakat, yang semuanya saling mendoakan kebaikan untuk yang berulang tahun. Dalam suasana tersebut, nilai-nilai kebersamaan dan saling peduli terus dipupuk.

Melalui tradisi memetri, masyarakat Gunung Agung berhasil menjaga kearifan lokal yang sarat akan makna. Tradisi ini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga menghubungkan generasi muda dengan nilai-nilai leluhur, menjadikannya bagian penting dalam kehidupan masyarakat desa hingga saat ini.

Pewarta : Hidayat Iman Asapri - PJKR STKIP PGRI Pacitan

Lebih baru Lebih lama