Pacitan,
Jawa Timur – Di era modern yang menawarkan berbagai teknologi canggih,
masyarakat Desa Glinggangan, Kecamatan Pringkuku, Pacitan, tetap setia
menggunakan lumpang sebagai alat tradisional untuk menghaluskan kopi.
Tradisi ini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga sekaligus
warisan budaya yang terus dijaga turun-temurun.
Lumpang,
alat tradisional berbentuk wadah cekung yang biasanya terbuat dari kayu
atau batu, digunakan untuk menumbuk biji kopi yang telah disangrai
hingga halus. Proses ini dilakukan dengan alu, tongkat kayu berbentuk
silinder yang digerakkan dengan tangan. Meski membutuhkan tenaga dan
waktu lebih banyak dibandingkan alat modern, lumpang memberikan hasil
penghalusan yang unik, dengan tekstur dan aroma kopi yang lebih
autentik.
Siti, salah
satu warga Desa Glinggangan, "menjelaskan bahwa lumpang memiliki nilai
lebih dari sekadar alat penghalus kopi. “Proses menumbuk kopi dengan
lumpang itu bukan hanya pekerjaan biasa, tapi juga cara untuk menjaga
rasa tradisional kopi kami. Rasanya beda, lebih alami dan harum.”
Tradisi ini juga
menjadi daya tarik wisata. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara
yang datang ke Desa Glinggangan untuk melihat langsung proses pengolahan
kopi menggunakan lumpang. Mereka sering kali mencoba ikut menumbuk biji
kopi sebagai pengalaman unik. "Ini seperti kembali ke masa lalu. Sangat
menarik melihat bagaimana teknologi tradisional masih digunakan di era
modern," kata Rani, seorang wisatawan asal Surabaya.
Kepala
Desa Glinggangan, Hartono, menambahkan bahwa lumpang bukan hanya
alat, tetapi simbol kearifan lokal. "Kami bangga bahwa lumpang masih
menjadi bagian penting dari kehidupan warga. Selain untuk menghaluskan
kopi, lumpang juga digunakan untuk berbagai kebutuhan lain, seperti
menumbuk padi atau bumbu masak," katanya Sabtu (4/1/25).
Pemerintah
desa saat ini tengah berupaya mengangkat potensi tradisi ini sebagai
bagian dari program wisata budaya dan kuliner di Kecamatan Pringkuku.
Diharapkan, keberadaan lumpang tidak hanya menjadi alat yang berguna di
masyarakat, tetapi juga aset budaya yang dapat meningkatkan perekonomian
warga setempat melalui pariwisata.
Dengan
tetap mempertahankan tradisi ini, Desa Glinggangan membuktikan bahwa
kearifan lokal dapat berjalan seiring dengan modernisasi, memberikan
warna tersendiri dalam menjaga warisan leluhur dan mempromosikan nilai
budaya kepada generasi mendatang.
Pewarta: Rico Andi P-PJKR STKIP PGRI Pacitan