MrJazsohanisharma

Mahasiswa FIB UNS Bahas Pengaruh Budaya Jawa dalam Puisi Chairil Anwar Lewat Siaran RRI Surakarta

Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum.,  acara Jagongan  RRI 4 Surakarta bersama mahasiswa prodi Sastra Indonesia FIB UNS, Jum'at (26/4/25).

SURAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Chairil Anwar yang juga dikenal sebagai Hari Puisi Indonesia, sejumlah mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,  Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar kegiatan pembacaan dan kajian puisi melalui siaran langsung Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta, Jumat (25/4/2025) pukul 09.10 WIB.

Mengangkat tema “Sumbangan Kebudayaan Jawa terhadap Puisi-puisi Sastra Indonesia”, siaran ini menjadi ruang dialog sastra yang dipandu oleh Ali Marsudi dan menghadirkan Prof. Bani Sudardi, Guru Besar Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UNS, sebagai narasumber utama.

Dalam pemaparannya, Prof. Bani menjelaskan bahwa sastra Indonesia lahir dari latar belakang multikultural, termasuk pengaruh kuat budaya Jawa. “Indonesia itu dibangun dari multikultur, salah satunya budaya Jawa. Sastra Indonesia memang berbahasa Indonesia yang berasal dari Melayu, tapi unsur budaya Jawa juga memberi pengaruh besar karena mayoritas penduduk Indonesia adalah orang Jawa,” ungkapnya.

Sebanyak 40 mahasiswa semester 2 Program Studi Sastra Indonesia ikut menyimak program siaran bertajuk Jagongan melalui kanal 95,2 FM RRI Pro 4 Surakarta. Salah satu pembahasan menarik dalam acara ini adalah analisis puisi “Aku” karya Chairil Anwar.

Prof. Bani menyoroti bagaimana ungkapan “Aku ini binatang jalang” dalam puisi tersebut sebenarnya mengandung jejak budaya Jawa Klasik. Menurutnya, penyebutan hewan dalam kebudayaan Melayu cenderung dianggap tabu, namun dalam budaya Jawa kuna seperti masa Singasari atau Majapahit, penamaan tokoh dengan nama binatang justru merupakan hal lumrah—seperti Gajah Meta, Singalodra, Mahesasura, atau Mahesa Jenar.

Selain itu, puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar juga dibahas sebagai bentuk penghormatan terhadap pahlawan Jawa dan semangat anti-kolonialisme. Chairil menulis, “punah di atas menghamba, binasa di atas ditinda,” sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan.

Menariknya, unsur budaya Jawa lainnya juga muncul dalam kehidupan pribadi Chairil. Ia pernah jatuh cinta pada seorang perempuan Jawa asal Tegal bernama Sri Ayati. Meskipun tidak pernah menyatakan cinta secara langsung, patah hati Chairil karena wanita tersebut menikah dengan orang lain tampaknya menjadi inspirasi puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”, yang memuat penggalan emosional, “Kali ini tidak ada yang mencari cinta.”

Sesi siaran ini juga memberikan ruang bagi mahasiswa untuk bertanya, berdiskusi, dan membacakan puisi-puisi Chairil Anwar secara langsung. “Acara ini sangat bagus karena memberi pengalaman baru kepada mahasiswa. Kegiatan ini juga memperkenalkan kepada mahasiswa tentang dunia penyiaran radio. Radio dapat menjadi salah satu corong dalam apresiasi sastra,” ujar salah satu mahasiswa peserta.

Acara ini menjadi bentuk sinergi antara dunia akademik dan media publik dalam upaya menghidupkan semangat literasi serta mengapresiasi karya-karya sastra Indonesia yang tak lekang oleh waktu.

Pewarta: Miftahul Huda, Irgi Alhafiz Putra Rizky, Natanael Wiliam P.

Lebih baru Lebih lama