MrJazsohanisharma

Trump Naikkan Tarif Impor Barang China Jadi 245%, Ketegangan Dagang Memuncak

 

PACITAN TERKINI - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan kenaikan tarif impor barang asal China menjadi 245% pada 15 April 2025. Kebijakan ini merupakan respons atas keputusan China sebelumnya yang menaikkan tarif barang impor dari AS hingga 125%. Gedung Putih menyatakan langkah ini selaras dengan strategi "America First", yang bertujuan menekan defisit perdagangan dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Tarif baru ini meningkat tajam dari angka sebelumnya, yakni 145%, didorong oleh langkah balasan China yang melarang ekspor sejumlah bahan vital seperti galium, germanium, antimon, serta logam tanah jarang—komponen kunci dalam industri otomotif, kedirgantaraan, dan militer AS.

Pakar kebijakan publik asal AS, Jerry Massie, menilai China tidak akan sanggup bertahan dalam perang tarif ini. Ia menyoroti perbedaan besar dalam kekuatan ekonomi kedua negara. PDB Amerika Serikat tercatat sebesar 30,34 triliun dolar dengan pendapatan per kapita mencapai 57.910 dolar, sedangkan China hanya memiliki PDB 19,53 triliun dolar dengan pendapatan per kapita 13.870 dolar.

Menurut Massie, industri teknologi China masih sangat tergantung pada perangkat keras dan lunak asal AS, seperti Windows 11, AMD, Intel, hingga motherboard Nvidia. Jika akses ini dihentikan, industri teknologi China bisa lumpuh.

Lebih lanjut, ia menyebut AS memiliki banyak "tombol tekanan" strategis, termasuk pembatasan visa pelajar China, tekanan terhadap komunitas Tionghoa di kota-kota besar AS, hingga pengalihan investasi besar seperti pemindahan pabrik iPhone dari China ke India dengan nilai mencapai Rp3.850 triliun.

Selain itu, banyak perusahaan ritel besar seperti Levi's, ZARA, GAP, dan American Eagle berpotensi hengkang dari China menuju negara lain seperti Vietnam, India, atau Korea Selatan. Jika ini terjadi, China berisiko kehilangan miliaran dolar tiap tahun.

Massie bahkan menegaskan bahwa kartu truf terakhir AS adalah pengaruhnya terhadap Terusan Panama, jalur penting bagi 60% perdagangan global. Jika akses China ke jalur tersebut dibatasi, ekspor China bisa terhenti.

"Ekonomi bawah tanah mungkin masih jadi andalan China, tapi secara global, dolar masih memimpin. Yuan belum jadi ancaman serius," tutupnya.

Lebih baru Lebih lama