PACITAN TERKINI - Sebuah survei nasional terbaru yang dilakukan oleh GoodStats dan GNFI mengungkap adanya kesenjangan generasi yang mencolok dalam optimisme publik di seluruh Indonesia. Berdasarkan Indeks Optimisme Indonesia 2025, pemuda berusia 17–25 tahun menjadi kelompok paling pesimis, dengan skor rata-rata optimisme hanya 5,45 dari 10.
Angka ini tidak hanya berada di bawah rata-rata nasional sebesar 5,51, tetapi juga menjadi skor terendah di antara seluruh kelompok usia yang disurvei. Sebaliknya, warga Indonesia berusia 46–55 tahun mencatat skor optimisme tertinggi, yaitu 6,21—sebuah pembalikan dari ekspektasi umum bahwa generasi muda biasanya lebih optimis dibandingkan generasi yang lebih tua.
Secara tradisional, generasi muda dipandang sebagai pembawa harapan, energi, dan idealisme. Namun, data ini menunjukkan adanya pergeseran narasi. Generasi muda tampak menghadapi ketidakpastian yang semakin besar, didorong oleh kombinasi tekanan ekonomi dan sosial, dikutip dari seasianews Sabtu (8/8/25).
Hampir 68% responden melaporkan pernah mengalami atau menyaksikan pemutusan hubungan kerja di lingkungan mereka dalam enam bulan terakhir. Lebih dari 55% mengatakan mereka sangat merasakan dampak kenaikan harga kebutuhan pokok, sementara 33,8% mengaku pendapatan rumah tangganya menurun. Tekanan sehari-hari ini mencerminkan gambaran generasi yang memasuki masa dewasa dengan beban berat.
Laporan ini juga menyoroti kekhawatiran yang lebih luas, seperti ketidakstabilan global dan ekspektasi yang dipicu oleh media sosial. Generasi muda Indonesia tidak hanya berhadapan dengan volatilitas ekonomi dalam negeri, tetapi juga konflik global yang mengancam perdamaian dan kemakmuran regional.
Ketidakpastian tingkat makro ini diperburuk oleh tekanan tingkat mikro, seperti meningkatnya tuntutan untuk segera meraih kesuksesan di dunia yang sangat kompetitif dan terekspos secara digital. Beban ini terasa berat bagi generasi yang baru saja memasuki dunia kerja.
Temuan ini menjadi tantangan bagi para pembuat kebijakan, pendidik, dan pelaku bisnis untuk memikirkan kembali bagaimana narasi pembangunan nasional dipahami dan dirasakan oleh generasi muda.