PACITAN TERKINI - PACITAN – Dalam alunan angin laut selatan dan lebatnya hutan belantara Pacitan, tersimpan sepotong kisah mistis yang nyaris terhapus dari ingatan sejarah modern. Sebuah narasi lisan yang kini mulai digali kembali oleh para pegiat literasi sejarah dan budaya lokal. Sebuah cerita tentang Kayu Menengen — pusaka sakral yang dahulu menjadi bagian dari kehidupan spiritual masyarakat Pacitan.
Diperkirakan berasal dari abad ke-13 hingga 14 Masehi, kisah ini bermula saat Raja R. Prawiro Yudho, yang juga dikenal sebagai Pangeran Kalak atau Raden Panji, penguasa Kerajaan Wiranti/Wirati di wilayah Kalak–Donorojo, Pacitan, tengah melakukan perjalanan spiritual ke belantara selatan Jawa. Di sanalah beliau menemukan sejenis pohon besar yang memancarkan aroma wangi dari kayu dan getahnya — sebuah kayu yang kelak dinamai Kayu Menengen atau dikenal juga sebagai Kayu Raja.
Dalam filosofi Jawa, nama Donorojo berarti "peparingan raja" — anugerah dari penguasa kepada rakyatnya. Kayu ini bukan sembarang kayu; selain memiliki aroma khas, ia juga diyakini mampu menghadirkan energi kebaikan (ghaib positif) dan menolak unsur mistis yang buruk. Kayu ini sering dibakar bersama menyan atau dupa dalam ritual kerajaan, terutama saat digelar Wayang Panji atau Wayang Beber, untuk menjaga kelancaran pertunjukan dan keselamatan sang dalang dari gangguan tak kasat mata.
“Kayu Menengen” memiliki ciri fisik unik: jika terkena cahaya, kayu ini tembus pandang, memperlihatkan serat merah jambu di bagian dalam — menjadikannya sakral dan langka. Konon, kayu ini serupa dengan Kayu Gaharu atau Kayu Kaharu yang dikenal di berbagai wilayah Kalimantan hingga Nusantara sebagai bahan utama wewangian suci dan ritual.
Kini, keberadaan Kayu Menengen hanya tinggal cerita. Sudah punah dari kehidupan modern, tetapi makna filosofisnya tetap hidup dalam benak masyarakat yang menjunjung kearifan lokal. Cerita tentangnya menjadi bagian dari narasi Pacitan Kota Misteri — sebuah julukan yang lahir dari kekayaan sejarah spiritual dan budaya yang terkubur di balik indahnya alam dan diamnya batu.
Sebagai masyarakat yang berakar pada nilai adiluhung, sudah sepatutnya kita menggali kembali warisan seperti Kayu Menengen. Karena di balik aroma kayunya, tersimpan jejak tentang hubungan manusia, alam, dan yang Ilahi, yang mampu menuntun generasi masa kini menuju kearifan hidup yang lebih bermakna.
"Mugio Gusti Allah SWT paring berkah teng Engsun, keluarga, rakyat lan penerusipun Kanjeng Nabi Muhammad Rosulullah, bumi langit sak isinipun."
Penulis: Amat Taufan