Pacitan – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Pacitan terus menunjukkan kiprahnya bukan hanya di ranah jurnalistik, tetapi juga dalam penguatan literasi sosial dan keagamaan masyarakat. Salah satu wujud nyata komitmen tersebut adalah terselenggaranya Workshop Pemaknaan Kritis Poligami di Era Modern pada Selasa (28/10/2025) di Gedung Haji Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kabupaten Pacitan.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kemenag Kabupaten Pacitan, Drs. Baharudin, M.Pd., dan menghadirkan sejumlah narasumber berkompeten, di antaranya Basirun, S.Ag., M.Ag. dari Pengadilan Agama Pacitan; dr. Puji Dian Cahyani, MPH., Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPKB dan PPPA Pacitan; serta dua praktisi hukum, Yoga Tamtama Pamungkas, S.H. dan Heru Setiawan, S.H.
Dalam sambutannya, Baharudin menekankan pentingnya memahami poligami secara komprehensif dan kontekstual di tengah perubahan sosial masyarakat.
“Meskipun angka perceraian di Pacitan menurun, namun data BPS 2023–2024 juga menunjukkan penurunan jumlah perkawinan. Ini menjadi refleksi bahwa ada dinamika sosial yang perlu dikaji lebih dalam,” ujarnya.
Lebih lanjut, Baharudin menegaskan bahwa tujuan utama workshop ini adalah memperluas wawasan masyarakat terhadap isu poligami dalam bingkai perlindungan hak perempuan dan anak.
“Kita ingin meningkatkan pemahaman, membuka diskusi kritis, mendorong kesadaran, dan memperkuat sinergi antar lembaga agar isu ini tidak lagi dipahami secara sempit atau keliru,” tambahnya.
Para narasumber dalam kesempatan tersebut mengupas poligami dari berbagai sisi—agama, hukum, kesehatan, dan sosial—dengan penekanan pada nilai keadilan, tanggung jawab moral, dan perlindungan terhadap pihak yang rentan.
Sementara itu, dr. Puji Dian Cahyani, MPH., selaku narasumber dari DPPKB dan PPPA Pacitan, menegaskan bahwa keadilan dalam poligami bukanlah pilihan, tetapi syarat utama untuk melindungi perempuan dan anak.
“Perempuan perlu diberi ruang yang setara, baik dalam pendidikan, politik, sosial, budaya, maupun pekerjaan. Walau secara fisik perempuan membutuhkan perlindungan, tetapi dalam hal hak dan martabat, mereka harus diperlakukan sejajar,” ungkapnya.
Ketua SMSI Kabupaten Pacitan dalam keterangannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program kerja SMSI untuk memperluas kontribusi di bidang edukasi publik.
“SMSI tidak hanya berperan sebagai penyaji berita, tetapi juga sebagai agen edukasi sosial. Melalui forum seperti ini, kami ingin membangun pemahaman yang lebih cerdas dan bijak di masyarakat,” ujarnya.
Kegiatan yang dihadiri peserta dari berbagai kalangan, seperti akademisi, tokoh agama, jurnalis, dan organisasi perempuan ini berlangsung interaktif. Diskusi hangat muncul saat peserta menyoroti realitas poligami dalam konteks hukum, sosial, dan perlindungan perempuan di era modern.
“Dengan membuka ruang diskusi konstruktif, kita berharap masyarakat bisa memahami makna poligami secara benar dan tidak terjebak dalam stigma negatif yang sudah mengakar,” pungkas Irwan, salah satu perwakilan panitia.
Melalui workshop ini, SMSI Pacitan menegaskan komitmennya untuk terus hadir sebagai wadah edukasi, advokasi, dan pendorong literasi sosial yang inklusif, kritis, serta berorientasi pada kemaslahatan masyarakat.