Bukan Beta Bijak Berperi Roestam Effendi (1925)


Bukan Beta Bijak Berperi


 Oleh: Roestam Effendi (1925)

Bukan beta bijak berperi
pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri
musti menurut undangan mair


Sarat saraf saya mungkiri
Untai rangkaian seloka lama
 beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma


Susah sungguh saya sampaikan
 degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matanya digamat rasaian waktu


 Sering saya susah sesaat
 sebab madahan tidak nak datang
Sering saya sulit menékat
 sebab terkurang lukisan mamang

 
Bukan beta bijak berlagu
 dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
 hanya mendengar bisikan alun.


Puisi "Bukan Beta Bijak Berperi" karya Roestam Effendi mencerminkan semangat perlawanan dan keinginan untuk bebas dalam berekspresi serta mengeluarkan pendapat tanpa terikat oleh aturan yang ada. Puisi ini merupakan salah satu karya sastra dari angkatan Balai Pustaka pada tahun 1920-an yang masih dipengaruhi oleh bahasa Melayu.


Pengarang, Roestam Effendi, mengungkapkan perasaannya melalui bait-bait puisi ini. Ia menunjukkan bahwa dirinya bukanlah seorang yang bijak dalam menggubah syair atau budak di negeri sendiri yang harus tunduk pada undangan mair (konvensi atau aturan yang ada). Ia ingin mengungkapkan perasaannya dengan cara yang bebas dan sesuai dengan sukma (hati nurani) yang dimilikinya.


Puisi ini mengandung pesan tentang pentingnya percaya diri dalam menciptakan karya, keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan, dan keberanian untuk melanggar konvensi yang ada jika itu diperlukan. Roestam Effendi merasa terdorong untuk mengekspresikan pendapatnya meskipun hal itu mungkin berbeda dari apa yang telah ada sebelumnya.


Karya sastra ini juga mencerminkan semangat perjuangan dan keinginan untuk menjadi bebas dalam berpendapat dan berkreasi, yang relevan dengan konteks politik dan sosial pada masanya, terutama dalam menghadapi era penjajahan Belanda. Puisi ini menggambarkan semangat untuk membebaskan diri dari keterikatan dan norma yang ada.


Roestam Effendi adalah sastrawan angkatan Balai Pustaka yang karyakaryanya banyak diterbitan pada tahu 1920an.  Kepiawaiannya dalam bermain dan meramu kata semangat terhadap perlawanan yang ditujukan pada Belanda dituangkan dalam bentuk sajak dan drama membuat suatu gaya baru yang ada di dunia sastra.


Ketertarikannya pada dunia sastra sering dituangkan dalam bentuk sastra Melayu seperti hikayat, syair, pantun, dan talibun. Salah satu karyanya yaitu Percikan Perjuangan yang didalamnya terdapat puisi-puisi, salah satunya yaitu “Bukan Beta Bijak Berperi”.


 Ciri-ciri dari karya sastra Angkatan Balai Pustaka yaitu, sebagai berikut : 
  • Menggunakan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh bahasa Melayu 
  •  Persoalan yang diangkat persoalan adat kedaerahan dan kawin paksa 
  • Dipengaruhi kehidupan tradisi sastra daerah/lokal 
  • Cerita yang diangkat seputar romantisme.
  • Tema yang diangkat Roestam Effendi dalam puisi ini adalah kemerdekaan dalam berekspresi dan mengeluarkan pendapat tanpa ada aturan yang mengikat.
  • Terlihat jelas dalam puisi bahwa pengarang ingin bebas dalam berekspresi.

Misal dalam bait pertama, pengarang merasa bahwa ia bukanlah orang hebat yang mampu mengubah konvensi (kesepakatan) syair yang telah ada. Ia pun bukan budak di negeri sendiri yang selalu harus tunduk pada segala peraturan orang asing.


Bait kedua, pengarang mencoba memberontak kesepakatan puisi-puisi lama dengan menyusun karyanya sesuai isi hatinya. Dari bait terakhir pengarang menjelaskan bahwa membuat puisi ini hanya karena mendengarkan bisikan orang-orang yang ingin bebas dari keterbelengguan dalam segala hal.


Dalam penyusunan puisi ini menggunakan Bahasa Indonesia yang masih terpengaruh Bahasa Melayu. Puisi ini juga masih dipengaruhi tradisi sastra daerah/lokal pada masa diciptakannya. Penggunaan kata dalam penyusunan puisi ini pun dilakukan Roestam Effendi sedikit mungkin dan memiliki makna sebanyak mungkin.


Dengan kata-kata yang padat Roestam Effensi mampu menyampaikan maksud dari puisi tersebut, yaitu kemerdekaan. Adapun beberapa amanat yang dapat diambil dari puisi tersebut, antara lain: a. Percaya diri dalam membuat suatu karya. b. Jangan mudah putus asa dalam melakukan sesuatu. c. Jangan takut melakukan hal yang dianggap benar. (Ellza)
Lebih baru Lebih lama