PACITANTERKINI || Sejarah Pacitan, seperti yang tercatat dalam ekspedisi China yang ditulis oleh Hirth Friedrich dan W.W. Rockhill (1911), serta informasi tambahan dari Zhao Rugua (1225), mencerminkan penghormatan terhadap daerah pesisir selatan Jawa. Raja Panjalu, menurut catatan tersebut, sangat menghargai Pacitan, dan kerajaan ini diakui sebagai bagian penting dari Nusantara. Daftar daerah yang disusun oleh Chau Ju-Kua juga menyebutkan Pacitan sebagai Pai-hua-yuan, menegaskan posisinya di antara kerajaan-kerajaan lain di sekitar pulau Jawa.
Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, yang berdiri pada abad ke-12 di Jawa Timur, menjadi bagian integral dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaan ini terletak di kota Daha, dekat Kota Kediri saat ini, di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu menjadi jalur pelayaran yang sibuk.
Prasasti Kamulan tahun 1116 Caka (1194 M) yang dikeluarkan oleh Raja Kediri, Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawantara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa (atau dikenal sebagai Kertajaya), memperkuat keberadaan Kerajaan Kediri.
Buku Chau Ju-kua menyebut Jawa sebagai Maharaja dengan wilayah yang melibatkan beberapa daerah, termasuk Pai-hua-yuan (Pacitan). Kerajaan ini memiliki penduduk yang menganut agama Hindu dan Buddha, dan mata uangnya terbuat dari tembaga dan perak, digunakan dalam permainan mengadu binatang. Penduduknya dikenal sebagai orang yang berani dan emosional.
Pada abad ke-15, penduduk Pacitan diperkirakan memeluk agama Hindu-Buddha dan berkiblat kepada Kerajaan Majapahit. Pada masa Prabu Brawijaya V, terdapat perpindahan atau perubahan masyarakat dan agama di wilayah ini. Selanjutnya, pada masa akhir Majapahit, banyak pelarian Majapahit yang berpindah ke Pacitan.
Pacitan pada abad ke-18 hingga ke-21 mengalami sejumlah peristiwa. Gelar Bupati pertama kali diberikan oleh Pangeran Mangkubumi kepada Ngabai Natapraja, yang kemudian menjadi Bupati Nanggungan. Asal-usul nama Pacitan memiliki beberapa versi, salah satunya berasal dari kata "Pace Sak Pengetan" yang diberikan oleh Pangeran Mangkubumi, merujuk pada tempat yang mampu mengeluarkan hasil yang minim.
Perjalanan sejarah Pacitan terus berlanjut dengan pemerintahan berbagai pemimpin, termasuk Tumenggung Setrowijoyo I, Mas Tumenggung Jogokaryo, dan Demang Poncogomo (Joyoniman). Setelah beberapa pergantian kepemimpinan dan intervensi Belanda, Pacitan mengalami perubahan dalam struktur pemerintahannya.