MrJazsohanisharma

Makna Filosofis dalam Tembang Dadanggula Tertulis 1570 M

 

PACITANTERKINI || Tembang Dhandhanggula, sebuah karya sastra klasik berbahasa Jawa, memiliki sejarah yang terkait dengan Sunan Kalijaga, salah satu dari sembilan wali yang memperluas agama Islam di Jawa pada abad ke-14.

  •  Sinengkalan tenger edi peni
  • Angkasa sapta panca baskara
  • Tinulis tanggal selawe
  • Sasi mei Pikantuk
  • Lilah saking pangarsa nagri
  • Nayaka lan kawula
  • Kersa anyengkuyung
  • Mbata rubuh mawuruhan
  • Bendhe beri puksur tambur suling peling
  • Kumampah nut wirama.
000000
  • Purbengkara Jumeneng Bupati, 
  • Momong momor momot ing Pacitan
  • Kadipaten soyo rame
  • Makmur mekar ngrembuyung
  • Sengkut gumregut Banakeling
  • Gya gumregah makarya
  • Ing pesisir kidul
  • Gumreget mranata praja
  • Kakung putri saiyek saeka kapti
  • Tumuju mring kamaulyan.
000
 

  • Kanjeng Sindunagara sebagai Dipati
  • Setia dalam pemerintahan Pacitan
  • Kepemimpinan yang bijaksana
  • Dhateng  agama yang luhur
  • Ber bandha ber bandhu berbudi
  • Laku Bawa laksana.
  • Putus barang kawruh
  • Ambeg adil paramarta
  • Wus marsudi mrih tentreme wong sabumi
  • Ngejayeng jagat raya

Sinengkalan tenger edi peni, angkasa sapta panca baskara, Tinulis tanggal selawe, Sasi mei Pikantuk, Lilah saking pangarsa nagri, Nayaka lan kawula, Kersa anyengkuyung, Mbata rubuh mawuruhan, bendhe beri puksur tambur suling peling, Kumampah nut wirama.

Artinya:

Pada saat langit dan bumi diciptakan, langit yang terdiri dari tujuh bintang besar (1570), Dituliskan pada tanggal sembilan, Bulan Mei yang terang benderang, Terbitlah dari negeri yang agung, Pemimpin dan rakyat, Mengharapkan kebahagiaan bersama, Tegaklah bangunan yang kuat dan kokoh, Bunyikanlah alat musik dengan gemuruh dan syahdu, Dan rakyat bersatu menyambut irama yang merdu.

Purbengkara Jumeneng Bupati, Momong momor momot ing Pacitan, Kadipaten soyo rame, Makmur mekar ngrembuyung, Sengkut gumregut Banakeling, Gya gumregah makarya, Ing pesisir kidul, Gumreget mranata praja, Kakung putri saiyek saeka kapti, Tumuju mring kamaulyan.

Artinya:

Purbengkara yang bijaksana sebagai bupati, Berbicara tentang keberuntungan di Pacitan, Kadipaten yang penuh keramaian, Makmur dan mekar di tengah keindahan, Melangkah tegas ke Banakeling, Bersemangat dalam berbagai pekerjaan, Di pesisir selatan, Bersemangat dalam memimpin pemerintahan, Pangeran dan putri bersama-sama, Menuju ke arah kemakmuran.

Kanjeng Sindunagara Dipati, Setya tuhu Tumenggung Pacitan, Kapitayan kang sumendhe, Dhateng agama luhur, Berbandha berbandhu berbudi, Laku bawa laksana, Putus barang kawruh, Ambeg adil paramarta, Wus marsudi mrih tentreme wong sabumi, Ngejayeng jagat raya.

Artinya:

Kanjeng Sindunagara sebagai Dipati, Setia dalam pemerintahan Pacitan, Kepemimpinan yang bijaksana, Menuju kepada agama yang luhur, Berhubungan dengan baik, berteman, dan berbudi, Bekerja dengan teladan, Mengambil keputusan yang bijaksana, Menerapkan keadilan sebagai prinsip utama, Sudah selayaknya mendapatkan pujian, Menghasilkan ketentraman bagi penduduk bumi, Menjadi panutan bagi dunia yang luas.

Angkasa sapta panca baskara adalah istilah dalam bahasa Jawa yang mengacu pada perhitungan kalender Jawa. Dalam konteks ini, "angkasa" berarti langit atau alam semesta, "sapta" berarti tujuh, "panca" berarti lima, dan "baskara" berarti planet. Secara harfiah, frasa tersebut dapat diterjemahkan sebagai "tujuh planet lima".

Candra sengkala adalah cara tradisional dalam kalender Jawa untuk menentukan tahun menggunakan kombinasi angka dan kata-kata. Namun, untuk mengetahui arti tahun masehi dari frasa "angkasa sapta panca baskara", perlu dilakukan perhitungan yang tepat dalam kalender Jawa.

Sumber: Babad Pengging

 Editor: M Rafid

 


 

Lebih baru Lebih lama