Makanan Tiwul Wiranti, Pacitan

 

PACITAN || Diperkirakan pada abad ke-13 hingga ke-14 Masehi, saat Kerajaan Wiranti atau Kalak (Donorojo/Pacitan) berkuasa di pesisir selatan Jawa Timur, R. Panji/R. Prawiro Yudho/Pangeran Kalak menghadapi kesulitan dalam menyediakan bahan makanan pokok bagi rakyatnya. Wilayah pesisir selatan Jawa Timur ini kekurangan bahan makanan karena lahan pertanian yang tandus dan kering, serta sebagian besar wilayahnya berupa hutan belantara dan laut selatan yang dalam.

Dalam kondisi tersebut, Pangeran Kalak menemukan bahwa singkong atau ketela pohon, yang dikenal sebagai "Telo Dwuarawati," dapat ditanam di lahan tandus tersebut. Di sekitar ibu kota Kerajaan Wiranti di Kota Kalak, singkong ini awalnya hanya dikonsumsi langsung dan tidak diolah atau disimpan untuk memenuhi kebutuhan pangan jangka panjang.

Pangeran Kalak kemudian memerintahkan rakyatnya untuk mengolah singkong agar bisa disimpan sebagai stok pangan. Singkong tersebut dijemur di bawah terik matahari hingga kering, sehingga kandungan racun sianida dalam singkong tersebut bisa hilang. Saat singkong yang telah dikeringkan atau gaplek tersebut berubah menjadi hitam legam, Pangeran Kalak terkejut. Gaplek hitam ini kemudian disimpan sebagai bahan makanan pokok rakyat Wiranti.

Saat gaplek hitam tersebut dicoba diolah menjadi tiwul, Pangeran Kalak sangat terkejut karena hasilnya, yang dikenal sebagai "Tiwul Hitam Wiranti," ternyata sangat lezat dan nikmat dibandingkan tiwul lainnya. Citus ini menjadi saksi sejarah yang terlupakan dan diabaikan oleh zaman karena warnanya yang hitam legam, yang mungkin dianggap berdampak negatif pada kesehatan. Namun, citus ini tetap lestari dan masih dijumpai sebagai makanan pokok rakyat Pacitan, Jawa Timur hingga kini.

Semoga Gusti Allah memberikan berkah kepada kami, keluarga, rakyat, dan penerus Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, serta seluruh alam semesta.

Penulis: Amat Taufan

 

Lebih baru Lebih lama