PACITAN || Bismillah"; "Salam Literasi Sejarah"; "Pacitan Kota Misteri": Makanan Tradisonal TAPE SARIL. Makanan tradisional masuk dalam 10 objek pemajuan kebudayaan (OPK)
Pada abad ke-17, di masa pemerintahan Kadipaten Pacitan yang dipimpin oleh RM Tumenggung Setro Ketipo, abdi setia Sri Sultan HB I Yogyakarta, terjadi krisis bahan pangan. Lahan pertanian yang ada tidak bisa menghasilkan padi yang optimal, sehingga masyarakat Pacitan hanya cukup makan dengan mencampurkan padi dengan gaplek atau gebing (singkong yang dikeringkan) untuk bertahan hidup, terlebih di masa penjajahan Belanda.
Adipati Setro Ketipo mengamati kondisi di dusun-dusun dan menemukan bahwa gebing, atau singkong yang dikeringkan, memiliki banyak bagian kecil yang tersisa dan tidak terpakai. Melihat potensi ini, ia menginstruksikan rakyat untuk tidak membuang potongan sisa gebing tersebut, tetapi mengolahnya menjadi makanan yang bisa dikonsumsi manusia.
Dari situlah terciptalah makanan "Tape Saril". Tape Saril terbuat dari singkong kering atau gebing yang sudah terbuang, yang kemudian diolah dengan cara dikukus dan diberi ragi secukupnya. Selanjutnya, tape ini dibungkus dengan daun pisang dalam ukuran kecil-kecil, menyerupai batu kerikil. Makanan ini menjadi istimewa terutama di daerah pedesaan dan menjadi makanan favorit ketika ada pesta, hajatan, atau tontonan di masyarakat desa.
Tape Saril menjadi pelajaran sejarah dan pembelajaran bagi zaman sekarang, menunjukkan bagaimana leluhur kita berupaya menghemat dan meningkatkan derajat makanan dari sisa-sisa menjadi makanan istimewa. Nama "Saril" dapat dimaknai sebagai gebing atau gaplek yang terbuang dengan ukuran kecil-kecil.
Tape Saril menjadi saksi sejarah yang tak terbantahkan dan bukti bahwa peradaban Pacitan pada masa itu sudah maju dibandingkan daerah lain dalam strategi ketahanan pangan dan penciptaan menu makanan di tengah keterbatasan stok pangan. Hingga kini, citus makanan Tape Saril masih lestari.
Mugio Gusti ALLAH paring berkahipun teng sedoyonipun.
Penulis: Amat Taufan