Agoes Hendriyanto, Campur Kode dalam Peristiwa Tuturan

 


SOSIOLINGUISTIK || Khoirurrohman dan Taufiq (2020) menyatakan bahwa campur kode adalah penggunaan dua bahasa dalam satu tuturan secara bergantian, melibatkan penutur dan mitra tutur. Subyakto (dalam Yuana C., 2020) menambahkan bahwa campur kode terjadi ketika dua bahasa atau lebih digunakan secara santai di antara orang-orang yang saling mengenal dengan baik. 

Ferdianto (2020) menjelaskan bahwa campur kode adalah praktik penggunaan elemen bahasa dari satu bahasa ke dalam bahasa lain untuk memperkaya ragam atau gaya bahasa penutur.

Suandi (2014) menjelaskan bahwa campur kode terbagi menjadi dua kategori utama:

  1. Berdasarkan asal unsur serapannya:
    • Campur kode ke dalam (inner code mixing)
    • Campur kode ke luar (outer code mixing)
    • Campur kode campuran (hybrid code mixing)
  2. Berdasarkan tingkat perangkat kebahasaan:
    • Campur kode kata
    • Campur kode frasa
    • Campur kode klausa

Nababan (1993) menyatakan bahwa pencampuran dua atau lebih bahasa dalam satu tindak bahasa terjadi karena situasi yang menuntut adanya pencampuran bahasa tersebut.

Kridalaksana (2008) mendefinisikan kata sebagai morfem atau kombinasi morfem yang dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diucapkan sebagai bentuk bebas. Contohnya adalah dalam kalimat "Ngetok terus neng viewers IGstories-mu dudu berarti wonge nggatekne kuwe. Paling yo mung di-skip, ojo Geer," terjadi campur kode dari bahasa Jawa ke bahasa Inggris dengan penyisipan kata "paling."

Chaer (2009) menjelaskan bahwa frasa dibentuk dari dua kata atau lebih dan mengisi salah satu fungsi sintaksis. Chaer Abdul (2007) menambahkan bahwa perulangan kata merupakan satu kesatuan tanpa jeda dan ditulis dengan tanda hubung.

Kesimpulan Tentang Campur Kode

Campur kode adalah penggunaan dua atau lebih bahasa dalam satu tuturan, yang terjadi karena situasi tertentu yang menuntut pencampuran bahasa. Campur kode dapat terjadi antara penutur dan mitra tutur yang saling mengenal dengan baik. 

Terdapat dua jenis utama campur kode berdasarkan asal unsur serapannya: inner code mixing, outer code mixing, dan hybrid code mixing. Berdasarkan tingkat perangkat kebahasaan, campur kode dapat berupa penyisipan kata, frasa, atau klausa. Pencampuran bahasa ini memperkaya ragam dan gaya bahasa penutur. Contoh nyata campur kode melibatkan penyisipan kata dari satu bahasa ke dalam bahasa lain dalam satu kalimat atau tutur. 

Daftar Pustaka

Chaer, A. (2009) Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaer Abdul (2007) Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Ferdianto, H.A. (2020) ‘Alih Kode dan Campur Kode dalam Perbincangan Gastronomi di Perpustakaan Trotoar Malang’, Jurnal Penelitian, Pendidikan, Pembelajaran, 13.

Keraf G. (2002) Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Khoirurrohman, Taufiq,  dan C.N.I. (2020) ‘Alih Kode dan Campur Kode pada Percakapan Masyarakat Dukuh Cikamuning (Kajian Sosiolinguistik)’, Dialektika: Jurnal Pendidikan, 4(1).

Kridalaksana, H. (2008) Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nababan, P.W.. (1993) Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Suandi, N. (2014) Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yuana C. (2020) ‘Analisis Penggunaan Alih Kode dan Campur Kode Dalam Lirik Lagu Aimer Album Dawn dan Sleepless Nights’, Mezurashii., 2(1).

 


Lebih baru Lebih lama