PACITAN MISTERI || Bismillah. Salam Literasi Sejarah. Pacitan, Kota Misteri. Kali ini, kita akan membahas tentang makanan tradisional "Sekuncen" yang menjadi saksi perjalanan masyarakat Pacitan. Pada masa lalu, masyarakat Pacitan belum sepenuhnya mengenal padi atau beras ketan. Namun, dengan masuknya pengetahuan tentang makanan tradisional Sekuncen, masyarakat terdorong untuk mulai belajar menanam padi atau ketan.
Sekitar abad ke-17 Masehi, saat Adipati Pacitan, Setro Ketipo, yang diangkat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I dari Yogyakarta, mencoba membawa budaya keraton Yogyakarta ke Pacitan, istrinya, Dewi Ratna Ningsih (yang juga Wedana Panggul/Trenggalek dan ibu dari Pangeran Diponegoro), menciptakan menu makanan spesial untuk acara ritual adat di Pacitan.
Makanan ini dibuat dari bahan dasar beras ketan putih yang dicampur dengan parutan singkong dan diberi garam secukupnya. Setelah bahan-bahan tersebut disiapkan, adonan dimasukkan ke dalam wadah daun pisang yang dilipat berbentuk piramida, lalu dikukus hingga matang. Makanan ini diberi nama "Sekuncen," yang berarti makanan pembuka ritual. Bentuk piramida dari makanan ini melambangkan perjalanan hidup manusia menuju kemuliaan, di mana kehidupan di dunia adalah rasa gurih yang harus dilalui dengan proses yang semakin sulit hingga mencapai puncak piramida kehidupan duniawi.
Makanan Sekuncen ini selalu dihidangkan pada awal upacara-upacara besar seperti sedekah bumi, selamatan, tasyakuran, dan lain-lain. Pada zamannya, makanan ini sangat digemari karena rasanya yang lezat dan gurih. Namun, saat ini, Sekuncen mulai jarang ditemui, tergeser oleh makanan lain yang lebih menarik.
Makanan ini adalah bukti sejarah yang terlupakan oleh generasi saat ini, dan menunjukkan bahwa teknologi pembuatan makanan di masa lalu sudah maju serta memiliki makna yang luhur di baliknya. Semoga Gusti Allah memberikan berkah-Nya kepada saya, keluarga, rakyat, dan penerus Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, serta seluruh alam semesta.
Pewarta: Amat Taufan
Editor: M Rafid R