PACITAN TERKINI || Ku tatap lagi seikat bunga yang pernah anggun mewangi pada masanya, yang kini hanya menyisakan kerangkanya saja, sehelai demi sehelai mulai meninggalkan tangkainya, warnanya yang semakin hari semakin menghitam legam tidak membuatku merasa ingin membuang karena masih teringat jelas harum wanginya apalagi sorot mata dan teduhnya lekukan senyum dari si pemberinya. Tak tega rasanya jika apresiasi besar ini harus berakhir pada tempat yang tidak seharusnya.
Terlihat niat tulusnya membuatkan ilustrasi raga ini, tak lupa dengan kacamata minus tebalku, Ia gambar begitu miripnya. Teringat jelas untaian bait katanya saat beradu netra
Dia: "Nai aku berikan ini sebagai bentuk penggambaran dirimu di mataku, aku buat sebisaku dengan semirip dirimu, engkau si gadis kecil yang tampak seperti Pororo berkacamata tebal dan penikmat bunga segar. Jadilah anak gadis yang kuat, badan boleh kecil mental bolehlah seluas samudra."
Aku : (Degg rasanya, tidak terasa aku akan segera kehilangan sosok yang selalu menjadi arahku pulang saat terjadi berbagai masalah kehidupan SMA) "aku bingung menanggapinya, bagaimana setelah ini aku tanpa kehadiran mu, tanpa semangat mu."
Dia : "Terpaut itu tidak harus terdefinisi temu, bertemu atau tidak kita akan tetap bersama bagaimana pun caranya."
Aku : "Lalu bagaimana jika aku tak bisa mengatasi suatu masalah nanti? Bagaimana jika aku takut menghadapi hari ?"
Dia : "Kamu harus berani menghadapi semua langsung di muka entah ada pendukung atau tidak. Itulah resiko hidup. Kamu tidak bisa selalu bergantung pada dukungan orang lain. Dukungan terbesar selalu hadir dalam diri sendiri. Percayalah pada dirimu melebihi apapun. Jangan seperti bunga ini, yang indahnya hanya sesaat karena esok dia akan layu, jadilah seperti lukisan ini yang tidak akan pernah berubah karena waktu sebab dia selalu terlindungi oleh figura ini. Begitupun dengan semangat mu,, harus tetap terlindungi dengan kokoh tidak peduli apapun rintangan didepan.
Tetapi apapun yang terjadi aku akan tetap berada di belakangmu." ( Dengan senyum tulusnya yang tidak terlupa terukir manis di wajahnya)
Aku : " Baikk, baik akan aku buktikan setelah ini kamu akan menemukan Naisa dengan versi terbaiknya, terkuatnya dan tidak takut apapun lagi."
Ternyata aku sudah berada di ujung kanvas yang setiap hari menggoreskan cerita masa SMA dan kini aku harus berlayar, menggambar kisah pada kanvas baru ditemani boneka kecil yang selalu ikut menemani setiap prosesku itu.
Kepada engkau yang Tuhan berkati, semoga setiap langkah yang engkau tapaki ada kemakmuran yang tidak pernah habis dan lelayu seperti bunga ini. Mari tetap anggun mewangi dimanapun kita menapakan kaki. Tetap berpegang teguh pada prinsip yang pernah kita rerangkai, semoga tuhan memberikan kejayaan di setiap perjalanan ini.
~Sang pemanis dari seorang anak bertubuh kecil, Tricilianaisa
Penulis: Naisa Tricilia Syahrani