PACITAN TERKINI || Sore itu begitu tenang. Langit mulai merona jingga, dan hamparan sawah di hadapan kami tampak kering dan retak. Angin sore bertiup pelan, membawa kesejukan yang tak terasa di siang tadi. Aku dan temanku, Mira, berjalan menyusuri pematang, menikmati suasana yang jarang kami rasakan di tengah kesibukan harian.
"Iya, siang tadi panasnya luar biasa," jawab Mira, seraya memandang pepohonan yang diam tak bergerak di kejauhan.
"Memang, tapi sore seperti ini bikin semuanya terasa sepadan," kataku sambil tersenyum.
Kami berhenti di sebuah gubuk kecil di tengah sawah. Tempat itu sederhana, hanya beratap daun kelapa dan tiangnya sudah miring dimakan usia. Dari sana, kami memandangi matahari yang perlahan turun ke ufuk barat.
"Eh, lihat itu!" seruku, menunjuk ke langit. "Perpaduan warnanya cantik banget. Jingga, merah, bahkan ada ungu samar-samar."
Mira tersenyum tipis, menoleh padaku. "Nikmat Tuhan yang luar biasa, ya. Kadang kita lupa hal-hal indah seperti ini ada di sekitar kita."
Aku mengangguk setuju. "Iya, sering banget kita sibuk sampai lupa berhenti sejenak buat menikmati momen sederhana. Padahal, hal-hal kecil seperti ini yang bikin hati tenang."
Mira termenung sejenak. "Benar juga. Aku jadi kepikiran, matahari terbenam ini kayak simbol, ya. Kayak pengingat bahwa setiap akhir pasti punya keindahannya sendiri."
Aku menatapnya, terdiam sejenak. Kata-katanya sederhana, tapi terasa dalam. "Mungkin benar. Matahari tenggelam buat istirahat, tapi besok dia akan bangkit lagi. Sama seperti kita, kadang harus istirahat dulu supaya kuat menghadapi hari berikutnya."
Mira tersenyum kecil. "Kamu bijak juga sekarang."
Kami tertawa bersama, angin sore membawa suara kami ke kejauhan. Di tengah percakapan ringan itu, aku merasa ada sesuatu yang lebih bermakna. Sore itu bukan sekadar tentang menikmati senja, tapi juga tentang bagaimana kami belajar menghargai waktu, menikmati detik demi detik, dan meresapi makna dari hal-hal sederhana yang sering kali terlewatkan.
Langit kian gelap, tapi kami tetap duduk di sana, membiarkan senja menutup harinya. Di akhir kemarau yang panjang, harapan kami bertumbuh bersama indahnya warna langit.
"Mungkin, esok hujan akan datang," bisikku dalam hati..
Penulis: Aprilia Rahayu