PPIJ Nagoya Gelar Seminar Hak Anak di GSID Nagoya University: Refleksi 35 Tahun Konvensi Hak Anak


PPIJ NAGOYA || Pada Rabu, 30 Oktober 2024, Persatuan Pelajar Indonesia Jepang Komisariat Nagoya (PPIJ Nagoya) mengadakan seminar bertema "Masa Depan di Tangan Mereka" di Graduate School of International Development (GSID) Universitas Nagoya. Seminar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 35 tahun Konvensi Hak Anak yang ditetapkan pada tahun 1989. Dengan menggandeng Asosiasi Aichi untuk UNICEF serta GSID Nagoya, seminar ini membahas keempat pilar utama Konvensi Hak Anak, yaitu hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak partisipasi.

Ketua PPIJ Nagoya, Al Bahits Annef, menyoroti peningkatan jumlah pelajar Indonesia yang belajar di Jepang dari berbagai disiplin ilmu, membuka peluang diskusi lintas bidang keilmuan mengenai isu penting seperti hak anak. Seminar ini, menurutnya, adalah salah satu wujud nyata dari upaya memperkaya diskusi terkait hak anak demi perhatian lebih luas dari masyarakat.

Ketua Panitia, Abubakar Pae Flady Faliyenco Franggartz, menambahkan bahwa meski Konvensi Hak Anak telah diakui di 196 negara, masih banyak anak yang belum menerima hak-hak dasar mereka. Hal ini menjadi topik penting dalam pembangunan internasional, agar pemenuhan hak anak menjadi prioritas dalam perencanaan bangsa.

Dekan GSID Nagoya University, Shimada Yuzuru, mengapresiasi inisiatif seminar ini sebagai kontribusi akademisi dalam mengawal isu hak anak. Shimada juga menegaskan bahwa hak pendidikan sebagai salah satu hak anak harus didukung oleh berbagai pihak lintas sektor.

Hiramitsu Sachiko dari Asosiasi Aichi-Jepang untuk UNICEF menekankan bahwa hak anak bukan hanya soal perlindungan dari kekerasan, tetapi juga pengakuan atas keberadaan mereka. Sementara itu, Osaki Keiko dari JICA mengungkapkan pentingnya pemenuhan hak anak sejak dalam kandungan, termasuk melalui Buku Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia yang memfasilitasi komunikasi dan dukungan keluarga terhadap kesehatan ibu dan anak.

Suzuki Yoshitaka dari Universitas Gifu menggarisbawahi pentingnya inklusivitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, terutama anak dengan keterbatasan penglihatan dan pendengaran, yang membutuhkan keterampilan pengajaran di luar standar umum. Olifirenko Alla dari Universitas Nagoya menyoroti dampak konflik internasional terhadap hak anak, mencatat bahwa peperangan sering merenggut hak anak di berbagai belahan dunia.

Ernawati Johanna dari Yayasan Bibo Obi Sowi Indonesia menekankan pentingnya partisipasi anak dalam perumusan kebijakan. Di Indonesia, lembaga swadaya masyarakat (LSM), media, dan pemerintah telah berupaya mewadahi suara anak melalui berbagai forum, namun partisipasi yang tulus baru terwujud bila orang dewasa benar-benar memprioritaskan kepentingan terbaik anak.

Menutup acara, Profesor Okada Aya dari GSID Nagoya University mengapresiasi seminar ini sebagai kontribusi nyata untuk mengenang 35 tahun Konvensi Hak Anak. Menurut Aya, apresiasi terhadap suara anak di Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam menghargai hak anak dan eksistensi mereka.

Lebih baru Lebih lama