Ngopi Sambil Menulis Sejarah: Langkah Menuju Buku Ketiga "Ensiklopedia Situs Pacitan Kota Myisteri"

 

PRABANGKARANEWS, Pacitan – Kamis pagi, 3 Juli 2025, sudut sederhana di Warung Kopi Pojok yang berada di kompleks Kantor Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Pacitan, mendadak menjadi ruang diskusi hangat dan penuh semangat. Sejumlah budayawan dan akademisi dari STKIP PGRI Pacitan berkumpul dalam suasana santai namun serius, membahas kelanjutan penulisan buku berjudul “Ensiklopedia Situs Pacitan Kota Myisteri”.

Diskusi ini merupakan bagian dari ihtiar kolektif untuk terus menggali, menulis, dan menyebarkan pengetahuan mengenai objek-objek pemajuan kebudayaan yang tersebar di wilayah Pacitan. Tidak hanya sekadar mencatat benda cagar budaya, tapi juga menelusuri nilai-nilai filosofis, sejarah lisan, hingga makna simbolik yang melekat di dalamnya.

Kolaborasi Budaya yang Terus Menyala

Adalah Amat Taufan, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pacitan, yang menjadi inisiator utama diskusi ini bersama Dr. Agoes Hendriyanto, dosen dan peneliti budaya dari STKIP PGRI Pacitan. Keduanya dikenal sebagai kolaborator produktif dalam penulisan buku-buku kebudayaan lokal yang telah diterbitkan sebelumnya.

Diskusi yang berlangsung sederhana namun sarat makna ini diarahkan pada satu cita-cita besar: mewujudkan buku ketiga dari seri Ensiklopedia Situs Pacitan Kota Myisteri. Sebuah langkah kecil yang diharapkan berdampak besar dalam memperkuat kesadaran sejarah dan budaya masyarakat Pacitan.

“Literasi kebudayaan bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tapi juga sebagai pijakan untuk membangun masa depan yang lebih berakar dan bermakna,” ungkap Taufan dalam diskusinya.

Bukan Hanya Buku, Tapi Jejak Peradaban

Buku Ensiklopedia Situs Pacitan Kota Myisteri tidak sekadar menjadi kumpulan tulisan, tetapi menjadi dokumentasi penting dari berbagai situs, legenda, dan jejak spiritual yang tersebar di bumi Pacitan—mulai dari gua-gua purba, makam tokoh leluhur, hingga peninggalan-peninggalan yang mulai terlupakan masyarakat modern.

Dr. Agoes menambahkan, penting bagi akademisi dan budayawan lokal untuk menjadi penjaga narasi sejarah daerahnya sendiri, agar tidak lekang oleh zaman dan tidak tertelan oleh arus modernitas yang menghapus jejak.

“Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menulis dan merawat kisah-kisah yang ada di balik tanah tempat kita berpijak ini?” ujar Agoes.

Harapan dan Doa: Buku Ketiga atau Buku Lanjutan

Diskusi itu ditutup dengan harapan sederhana namun kuat: semoga buku ketiga ini bisa terbit tahun 2026 mendatang. Namun, seperti dalam budaya spiritual Pacitan, semuanya tetap disandarkan kepada ridha dan rezeki dari Allah SWT. Bila diberi kelapangan, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa akan lahir buku lanjutan (seri keempat) dari ensiklopedia yang menjadi tonggak pelestarian budaya lokal ini.

Lebih baru Lebih lama