Oleh: Dr. Agoes Hendriyanto, S.P., M.Pd (*)
(*) Akademisi, Jurnalis, Budayawan
Di ruang-ruang kelas sekolah dasar di Kecamatan Pacitan, Tulakan, dan Bandar, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sejatinya memikul amanat besar: menanamkan nilai-nilai Pancasila, membentuk karakter, serta menyiapkan generasi warga negara yang demokratis dan berkeadaban. Namun, hasil observasi lapangan dan diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan para guru menunjukkan bahwa pelajaran ini masih menghadapi berbagai tantangan mendasar.
PPKn sering kali dipersepsikan sebagai mata pelajaran “normatif”, sarat hafalan, dan kurang menyentuh realitas keseharian siswa. Akibatnya, nilai-nilai luhur yang seharusnya hidup dalam perilaku justru berhenti pada teks buku dan jawaban ujian.
Metode Pembelajaran Masih Konvensional
Salah satu persoalan utama yang mengemuka adalah metode pembelajaran. Banyak guru SD masih mengandalkan pendekatan ceramah dan penugasan tertulis. Inovasi pembelajaran—seperti diskusi kontekstual, simulasi, permainan peran, atau proyek berbasis masalah—belum digunakan secara optimal.
Dalam FGD terungkap, keterbatasan pelatihan dan padatnya beban administrasi membuat guru cenderung memilih cara “aman dan cepat”. Akibatnya, pembelajaran PPKn kurang memberi ruang bagi siswa untuk berpikir kritis, berdialog, dan mempraktikkan nilai-nilai kewarganegaraan secara nyata.
Sarana Prasarana Belum Mendukung Profil Pelajar Pancasila
Transformasi PPKn menuju penguatan Profil Pelajar Pancasila belum sepenuhnya diimbangi dengan kesiapan sarana dan prasarana. Media pembelajaran yang relevan—seperti video kontekstual, alat peraga nilai Pancasila, pojok demokrasi kelas, hingga bahan ajar tematik—masih terbatas.
Di sejumlah sekolah, PPKn masih bergantung pada buku teks semata. Padahal, pembelajaran karakter membutuhkan lingkungan belajar yang kaya pengalaman dan simbol nilai, bukan hanya bacaan.
Materi Abstrak, Sulit Dibumikan
Masalah lain yang cukup krusial adalah abstraknya materi PPKn bagi siswa sekolah dasar. Konsep seperti demokrasi, hak dan kewajiban, persatuan, atau keadilan sosial kerap sulit dipahami tanpa contoh konkret.
Guru mengakui bahwa siswa sering mampu menjawab soal, tetapi kesulitan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari—baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Di sinilah jurang antara pengetahuan dan pengamalan mulai terlihat.
Evaluasi Masih Berfokus pada Kognitif
Evaluasi pembelajaran PPKn di SD sebagian besar masih menitikberatkan pada ranah kognitif. Penilaian berupa pilihan ganda dan isian mendominasi, sementara aspek sikap dan keterampilan kewarganegaraan belum dinilai secara sistematis.
Padahal, tujuan utama PPKn adalah pembentukan karakter dan perilaku. Tanpa penilaian afektif dan psikomotorik yang berkelanjutan, guru akan kesulitan memantau sejauh mana nilai-nilai Pancasila benar-benar hidup dalam diri siswa.
Harapan dan Jalan Keluar
Meski problematika tersebut nyata, para guru dalam FGD sepakat bahwa PPKn tetap memiliki potensi besar sebagai jantung pendidikan karakter di SD. Beberapa solusi yang diharapkan antara lain:
-
Peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan berkala dan konsisten, khususnya terkait metode pembelajaran inovatif dan kontekstual.
-
Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran PPKn dan penguatan Profil Pelajar Pancasila.
-
Pengembangan media pembelajaran kreatif agar siswa lebih aktif, antusias, dan tidak mudah bosan.
-
Perbaikan sistem evaluasi, dengan menyeimbangkan penilaian kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menjadikan PPKn Lebih Hidup
PPKn di sekolah dasar seharusnya tidak berhenti pada definisi dan hafalan, tetapi hadir sebagai pengalaman belajar yang hidup. Ketika siswa diajak berdiskusi, berperan, mengambil keputusan, dan merefleksikan perilaku sehari-hari, nilai Pancasila tidak lagi terasa abstrak.
Dari Pacitan, Tulakan, hingga Bandar, tantangan pembelajaran PPKn adalah cermin tantangan pendidikan karakter nasional. Dengan komitmen bersama—guru, sekolah, dan pemangku kebijakan—PPKn dapat kembali ke khitahnya: membentuk warga negara muda yang cerdas, berkarakter, dan berjiwa Pancasila.