Pilihan Pemimpin dan Hikmah Lakon Babad Alas Wanamarta

Prof. Bani Sudardi


Oleh: Prof. Bani Sudardi

Dewan Pakar Senawangi/ Universitas Sebelas Maret

Pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Proses ini tidak hanya menentukan pemimpin baru, tetapi juga mencerminkan kemajuan bangsa dalam menjalankan demokrasi secara damai dan beradab. Tidak lagi melalui perebutan kekuasaan dengan kekerasan, rakyat kini diberi kesempatan untuk menentukan pemimpinnya secara langsung. Namun, dinamika politik yang terjadi kerap menghadirkan polemik, seperti keterlibatan mantan Presiden Jokowi dalam mendukung salah satu pasangan calon.

Sebagai warga negara, tindakan tersebut sah-sah saja karena menjadi bagian dari hak politik individu. Namun, ada yang menganggap bahwa seorang mantan presiden idealnya bersikap netral, menjadi simbol persatuan seluruh rakyat, bukan memihak golongan tertentu. Pandangan ini bersifat subjektif, tergantung perspektif dan interpretasi masing-masing pihak, termasuk keputusan Jokowi sendiri untuk bersikap atau tidak terlibat.

Situasi ini mengingatkan pada lakon pewayangan Babad Alas Wanamarta, yang menggambarkan perjuangan Pandawa dalam membuka hutan Wanamarta untuk membangun kerajaan baru. Dalam lakon ini, Pandawa dihadapkan pada tantangan besar, yakni menghadapi para dhemit yang menyerupai diri mereka sendiri. Kisah ini mencerminkan tantangan yang kerap dihadapi pemimpin dalam mewujudkan perubahan, terutama ketika harus melawan ancaman yang tidak selalu terlihat jelas.

Dhemit yang menyerupai Pandawa mencerminkan penghalang yang sulit dikenali, seperti hoaks atau manipulasi informasi di era modern. Teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence) memungkinkan munculnya gambar, suara, atau informasi palsu yang dapat membingungkan masyarakat. Seperti Pandawa yang berhadapan dengan musuh tak kasatmata, para pemimpin saat ini juga dihadapkan pada tantangan serupa, baik dalam menjaga integritas maupun membangun kepercayaan publik.

Dalam lakon tersebut, Pandawa berhasil mengatasi para dhemit berkat nasihat bijak dari Semar. Sang penasihat mengingatkan Arjuna untuk menggunakan minyak Jayeng Katon, pusaka yang dapat mengungkap wujud asli para dhemit. Dengan alat tersebut, Pandawa akhirnya bisa melihat musuh mereka dengan jelas, mengatasi ancaman, dan membangun komunikasi yang baik dengan para penghuni Wanamarta.

Setelah mengalahkan dhemit, Pandawa tidak hanya menyelesaikan konflik, tetapi juga menunjukkan sikap bijaksana dengan mengampuni mereka. Lebih dari itu, Pandawa bahkan berhasil merangkul para dhemit untuk menjadi sekutu dalam pembangunan wilayah Wanamarta. Sikap ini mencerminkan pentingnya komunikasi yang baik dan upaya merangkul semua pihak untuk bekerja sama demi kepentingan bersama.

Pesan moral dari lakon ini sangat relevan dengan kondisi bangsa. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, komunikasi yang baik menjadi kunci keberhasilan. Para pemimpin dituntut untuk mengendalikan hawa nafsu dan ego demi menciptakan harmoni dan kemajuan. Pandawa menjadi simbol pemimpin ideal yang mampu mengatasi tantangan dengan kebijaksanaan dan pengendalian diri.

Setelah rintangan berhasil disingkirkan, Pandawa segera membangun Wanamarta menjadi negeri yang megah. Wilayah ini kemudian diberi nama Amarta atau Indraprasta, yang menjadi lambang keberhasilan dan kemakmuran. Kisah ini mengajarkan bahwa kerja keras dan semangat kebersamaan mampu mengubah wilayah yang tadinya penuh rintangan menjadi negeri yang maju.

Kondisi ini sejalan dengan harapan pasca pilkada. Setelah proses pemilihan selesai, seluruh elemen masyarakat diharapkan bersatu kembali, meninggalkan perbedaan dan saling mendukung dalam pembangunan bangsa. Demokrasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bersama. Dengan komunikasi yang baik, perselisihan dapat diatasi, dan kebersamaan dapat terwujud.

Lakon Babad Alas Wanamarta juga mengandung pesan mendalam tentang pentingnya kemanunggalan antara pemimpin dan rakyat. Para dhemit yang akhirnya menitis ke dalam Pandawa melambangkan penyatuan visi dan misi demi kebaikan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus mampu merangkul semua pihak, termasuk yang sebelumnya berseberangan, untuk menciptakan sinergi dalam pembangunan.

Selain itu, para dhemit dalam lakon ini juga menjadi simbol hawa nafsu yang harus ditekan oleh para pemimpin. Pengendalian diri menjadi salah satu kualitas utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan adil. Tanpa pengendalian diri, seorang pemimpin dapat tergelincir dalam tindakan yang merugikan rakyat dan negara.

Akhir dari lakon ini memberikan pelajaran penting bahwa membangun sebuah bangsa membutuhkan kerja sama, kebijaksanaan, dan pengorbanan. Seperti Pandawa yang berhasil mengubah Wanamarta menjadi Amarta, pemimpin dan rakyat Indonesia juga dapat membangun bangsa ini menjadi lebih maju jika mampu bekerja bersama dan menjaga semangat persatuan. Tancep Kayon.

Lebih baru Lebih lama