PACITAN MISTERI - Bismillah, salam literasi sejarah, Pacitan, Kota Misteri. Tradisi Wilujengan diperkirakan telah ada sejak abad ke-17 Masehi, pada masa kepemimpinan Adipati Setro Ketipo di wilayah Pacitan. Tradisi ini merupakan warisan adat budaya "Wilujengan," yang dipengaruhi oleh budaya Keraton Yogyakarta di bawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono I, atau Mangkubumi sebelum perjanjian Giyanti. Akulturasi budaya Islam dengan nilai-nilai adat dan tata krama Jawa tampak kuat dalam tradisi ini.
Secara filosofis, Wilujengan memiliki makna mendalam sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan kepada seluruh isi alam semesta. Dalam pelaksanaannya, disajikan berbagai hidangan khas seperti jajanan pasar, nasi gurih (sekul suci ulam sari) dengan lauk ayam kampung yang gurih, serta urapan/kulupan (sayuran dengan bumbu parutan kelapa). Selain itu, turut disajikan polo pendem, yang meliputi kacang rebus, pisang rebus, ubi rebus, jagung rebus, dan lainnya.
Upacara ini dianggap sakral dan dihormati oleh masyarakat Pacitan hingga saat ini. Rangkaian prosesi Wilujengan diawali dengan doa kepada Allah SWT sebagai pemilik alam semesta, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama sebagai simbol rasa syukur dan kebersamaan antar sesama makhluk.
Tradisi Wilujengan sangat terkait dengan rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa, menjadi bukti nyata peninggalan leluhur dan menunjukkan tingginya peradaban adat serta tata krama masyarakat di masa lalu, yang masih lestari hingga kini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah kepada diri kita, keluarga, masyarakat, serta seluruh keturunan Nabi Muhammad SAW, dan seluruh alam semesta.
Penulis: Amat Taufan