PACITAN MISTERI || Pada abad ke-17, ketika Adipati Setro Ketipo memimpin Pacitan dari Keraton Yogyakarta, wilayah ini mulai menunjukkan perkembangan dalam pertanian, khususnya penanaman padi. Masyarakat Pacitan pada masa itu merasakan hasil panen padi dan memanfaatkan kesempatan ini untuk menciptakan makanan sederhana yang disebut "Bucon Pacitan." Makanan ini terbuat dari beras hasil panen, dibungkus daun pisang berbentuk piramida kecil sebesar kepalan tangan, diisi dengan bumbu santan kelapa dan garam, lalu dikukus hingga matang.
Bucon Pacitan bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam. Bentuk piramida dari makanan ini melambangkan perjalanan kehidupan manusia menuju kesucian, melalui berbagai ujian dan tantangan. Filosofi ini mencerminkan bahwa hidup memerlukan usaha dan ketahanan, sebagaimana bentuk piramida yang harus melewati proses dan ujian untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Makanan tradisional ini, yang disebut "Bucon," merupakan simbol kekuatan dan kemampuan manusia untuk menghadapi tantangan hidup. Nama "Bucon" dapat diartikan sebagai simbol kekuatan tangan manusia dalam mencapai puncak kehidupan yang diibaratkan dengan bentuk piramida. Ini menunjukkan betapa pentingnya proses dan usaha dalam mencapai tujuan.
Situs makanan tradisional Bucon Pacitan adalah bukti sejarah dan kemajuan teknologi pangan pada zaman itu. Makanan ini tidak hanya sebagai hidangan sehari-hari tetapi juga memiliki peran penting dalam berbagai ritual adat, termasuk bersih desa dan acara hajatan. Keterlibatan makanan ini dalam acara adat menunjukkan keberlanjutannya sebagai bagian penting dari warisan budaya lokal.
Hingga kini, Bucon Pacitan tetap lestari dan sering ditemui di pasar tradisional Pacitan. Masyarakat setempat terus melestarikan makanan tradisional ini, sebagai penghormatan terhadap sejarah dan budaya mereka. Ketersediaan Bucon di pasar tradisional juga mencerminkan ketahanan dan pelestarian tradisi makanan lokal yang kaya akan makna.
Dengan adanya pelestarian makanan tradisional ini, diharapkan agar warisan budaya Pacitan tetap terjaga dan diteruskan kepada generasi mendatang. Semoga keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai seluruh keluarga dan rakyat Pacitan serta melestarikan tradisi ini untuk masa depan.
Pewarta: Amat Taufan