Tambang Pasir Mengancam Kehidupan Warga di Sekitar Sungai Grindulu

Pacitan - Sungai Grindulu merupakan sungai di Kabupaten Pacitan yang saat ini tengah mengalami fenomena sedimentasi yang menyebabkan kapasitas sungai menurun dan dapat menyebabkan banjir di Kota Pacitan. Layaknya 7 tahun silam, di daerah Pacitan telah terjadi bencana banjir yang cukup berdampak pada aktivitas dan kehidupan masyarakat setempat.

Banjir merupakan fenomena meluapnya air sungai yang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia. Curah hujan yang tinggi adalah salah satu faktor alam yang dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir. Sedangkan faktor manusia yang dapat menyebabkan terjadinya banjir berupa pembuangan sampah ke hulu sungai dan penambangan pasir ilegal.

Sungai Grindulu saat ini semakin dangkal. Buktinya, meski musim penghujan sedimentasi sungai terpanjang di wilayah Pacitan ini terlihat jelas. Alirannya pun kian tak beraturan. Bibir sungai yang bermuara di Pantai Pancer Door tersebut juga mengalami abrasi di banyak titik. Abrasi yang kian tak terkendali itu mengancam beberapa rumah warga Pacitan di tepi aliran sungai ini.

Pendangkalan sungai terjadi karena adanya pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, partikel ini dapat berupa sampah dan yang terutama partikel tanah atau lumpur akibat erosi yang berlebihan. Pendangkalan ini sudah terjadi di beberapa daerah yang dialiri sungai Grindulu. Salah satunya yaitu di desa Mentoro. Desa ini merupakan salah satu desa di Kecamatan Pacitan yang berada di sebelah timur.

Menurut Sutamto, Minggu (17/3/2024) sang pemilik rumah di sebelah tanggul Sungai Grindulu, kondisi sungai Grindulu kian berubah seiring berjalannya waktu. “Dulu di samping rumah ini masih banyak pepohonan, jarak dari desa ini dengan desa Nanggungan yang di seberang sungai itu masih terlihat dekat, air sungai masih berwarna hijau. Tapi sekarang semuanya sudah tidak sama, air sungai sudah berwarna coklat keruh, lahan di pinggir sungai sudah hilang, makam-makam juga banyak yang dipindahkan, sekarang kalau musim hujan masyarakat sekitar adanya cuma was-was mbak, takut banjir, terus tanggulnya jebol, jarak sungai ke tanggul saja sekarang sudah tinggal 2-4 meter an, " tuturnya. 

Sejak kejadian banjir yang terjadi pada tahun 2017 silam, kondisi sungai Grindulu mulai berubah total seperti yang dikatakan oleh Pak Sutamto. Hal ini dikarenakan di sungai Grindulu terjadi proses sedimentasi yang sulit untuk diperbaiki. Sedimentasi di sungai Grindulu diduga terjadi karena adanya faktor alam yakni curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan tanah longsor di beberapa titik hulu sungai Grindulu. Tanah dan lumpur yang mengalami kelongsoran tersebut akhirnya terbawa arus sungai, ditambah dengan debit air yang tinggi sehingga menyebabkan air sungai meluap, lalu terjadi banjir.

Saat musim kemarau, permukaan dasar sungai mulai terlihat, akibat pengendapan tanah yang menyebabkan sedimentasi tersebut, permukaan tanah di dasar sungai menjadi naik, sehingga sungai saat ini terlihat dangkal. Proses pendangkalan ini selain disebabkan oleh faktor alam, juga disebabkan oleh campur tangan manusia. Menurut beberapa narasumber yang merupakan penduduk wilayah setempat, adanya tambang pasir ilegal yang berada di beberapa titik bukit sungai menyebabkan terjadinya tanah di sekitar sungai tersebut mengalami longsor, sehingga longsoran bukit di pinggir sungai yang berupa tanah, lumpur dan bebatuan ini menyebabkan adanya proses pengendapan di sungai tersebut.

Namun demikian, meskipun masyarakat sudah mengetahui dampak dari tambang pasir ilegal ini, mereka tetap tidak bisa menghentikan aktivitas tersebut. Hal itu dikarenakan tidak ada tindakan tegas dari pihak pemerintahan desa yang ditujukan kepada pemilik tambang. Meskipun ada, masyarakat menilai hal tersebut merupakan usaha yang sia sia dikarenakan adanya pelaku hukum yang melindungi pemilik tambang sehingga mampu membungkam pemerintah desa.

“Dulu di sini ada tambang pasir, milik warga sekitar, tapi karena banjir beberapa tahun silam, jadi kondisi sungai berubah, sehingga pemilik tambang sudah menghentikan aktivitas tersebut. Saat ini masih banyak dijumpai tambang pasir lainnya, seperti di daerah Menadi, Purworejo itu masih ada. Untuk pekerja sendiri, mayoritas pekerja disana dari berbagai desa luar mbak, jadi bukan dari desa itu sendiri,” ujar Widi warga setempat.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa penambangan pasir di sekitar sungai ini sulit diatasi, hal ini dikarenakan mengingat kebutuhan manusia seiring berjalannya waktu, permintaan juga semakin banyak. Karena pasir sendiri merupakan bahan material yang digunakan dalam membangun suatu bangunan.

"Namun demikian, tidak ada yang tidak bisa dilakukan selagi kita semua mau berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut. Andaikala pemerintah memiliki kebijakan yang tegas terhadap pelaku tambang "ilegal", maka masalah akan sedikit teratasi," jelasnya.

Selain itu, pemerintah dapat membuat program bersama masyarakat untuk membenahi daerah tepi sungai dengan membuat perangkap sedimen dengan menanam vegetasi atau pagar hidup di daerah yang dilalui aliran sedimentasi, melakukan pengerukan pada sedimentasi,  Mengatur kemiringan dasar sungai, mengatur kemiringan dasar sungai bertujuan untuk memperlancar aliran arus, sehingga mengurangi erosi dan sedimentasi dasar sungai ketika arus mengalir.

Melalui beberapa program yang dapat dicanangkan serta usaha dan kesadaran masyarakat sendiri, kondisi sungai Grindulu serta masalah yang terjadi di sekitar sungai dapat diselesaikan dan dicegah, asalkan kita semua mampu bahu membahu mengatasi permasalahan tersebut. Harapannya, agar kondisi sungai Grindulu dapat kembali lestari dan tidak menimbulkan ancaman yang lebih besar pada masyarakat sekitar.

Pewarta: Annisa Nurrisqi Ananta - PGSD STKIP PGRI Pacitan


Lebih baru Lebih lama